Pelajari Bahasa Arab Atau Bahasa Inggris

Banyak basyar yang mengira belajar
bahasa Arab sulit
dan sulit. Sedangkan bahasa Arab adalah bahasa al-Qur’an dan bahasa Sejagat. Sebagai produk budaya, bahasa boleh dipelajari. Sulit ataupun mudahnya berlatih bahasa sebenarnya tergantung dari orang yang menyikapinya. Puas kenyataannya banyak orang nan memintasi bahasa Inggris. Bintang sartan manakah makin mudah dipelajari, bahasa Arab atau bahasa Inggris? Haruskah bahasa Arab terus menjadi momok yang menyeramkan dan sulit dipelajari? Kerjakan mengetahuinya, berikut petikan konsultasi Muhammad Nurdin semenjak
Berita
UIN Online
dengan Pembantu Dekan Latar Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Dr Muhbib Abdul Wahab di ruang kerjanya, Rabu (22/12).

Sekarang ini, banyak manusia nan beranggapan bahwa
sparing bahasa Arab itu sulit. Padahal bahasa Arab adalah bahasa al-Qur’an, bagaimana Anda menyikapinya?

Seperti yang saya tulis dalam disertasi, bahwa setiap bahasa n kepunyaan tingkat kesulitan atau kerumitan yang berlainan-beda. Kita bukan bisa menyimpulkan secara mutlak bahwa belajar bahasa Arab itu sulit. Bahkan terserah suatu pernyataan semenjak seorang Hawa Osean Sekolah tinggi di Brunei sekaligus pakar bahasa Arab  Prof. Dr.  Abdul Karim Awad Hayaza, MA. mengatakan, bahasa termudah yakni bahasa Arab. Saya ingin menegaskan, bahwa belajar bahasa Arab itu ada yang jarang ada yang mudah, namun  harus kita posisikan netral-netral saja tergantung dari kacamata mana memandangnya.  Saya sering memberi contoh dalam bahasa Inggris juga ada hal-keadaan yang  kita anggap pelik, karena antara yang ditulis dengan yang dibaca itu tak sekufu. Sedangkan bahasa Arab barang apa adanya, antara nan dibaca dan ditulis itu sama.

Jadi kesimpulan saya bahwa pencitraan bahasa Arab runyam karena ada beberapa faktor.      Faktor
dalam

(psikologis) dan faktor
eksternal
atau (pihak-pihak tertentu) yang ingin menggiring opini awam semoga kita jauh dari al-Qur’an alias kita  dijauhkan silam dari bahasa Arab. Karena agenda semacam ini sudah unjuk di zaman kolonial Belanda. Bahkan di negara Timur Tengah pula mutakadim unjuk.  Jika kita jauh dari bahasa Arab maka baca al-Qur’an pun makara setengah-setengah, dan kalau baca al-Qur’annya setengah-setengah maka kita mudah diombang-ambing. Jadi citra bahasa Arab runyam adalah karena faktor psikologi sekaligus faktor internal bahasa Arab dan terserah sekelompok  anak adam nan mau memojokan bahasa Arab di tengah persaingan bahasa yang lain. Bahasa yakni produk budaya, karena itu barang budaya bisa dipelajari, dan setiap bahasa itu kan ada yang sulit suka-suka pun yang mudah tergantung dari orang nan mensikapinya

Lantas, bagaimana idealnya pengajian pengkajian bahasa Arab di UIN Jakarta?

Ada dua orietasi yang berlainan, yang permulaan belajar bahasa Arab buat mahasiswa yang
notabene
menggeluti bahasa Arab, seperti Pendidikan Bahasa Arab, Bahasa dan Sastra Arab, dan di Fakultas Dirasat Islamiyah.  Mestinya  mahasiswa yang menggeluti bidang ini mengarah lega empat keterampilan antara lain, kecekatan menyimak, kontol, membaca, dan kitabah. Bahkan tak hanya itu, mahasiswa harus mempunyai keterampilan lebih ialah bisa menerjemah dan menulis buku berbahasa Arab.

Sedangkan bagi mahasiswa selain itu (Pendidikan Bahasa Arab, Bahasa dan Sastra Arab , dan Fakultas Dirasat Islamiyah,) cuma berorientasi  pada kecekatan membaca sahaja. Karena hal ini dilihat dari kebutuhan mahasiswa makin banyak kerjakan memahami literatur seperti mengaji berita, mendaras sumber-sumber literaur dari internet maupun majalah berbahasa Arab. Jika lagi pembelajarannya diarahkan lega keterampilan produktif seperti berbicara itu tidak segala-segala apa tersangkut plong kebijakan masing-masing fakultas. Tapi saya makin condong sreg kegesitan membaca belaka, sebab kalau diarahkan semuanya pada empat keterampilan  menurut saya itu asa susah.

Lantas, apakah lulusan PBA UIN Jakarta sudah menepati standar pasar?


Menurut hemat saya, masih belum memenuhi standar. Tetapi hanya sebagian cuma yang sudah kita anggap bagus, keadaan ini dapat dilihat berasal tes TOEFL / TOAFL kalau kurang mulai sejak standar nan ditetapkan 400 atau 450 maka mahasiswa tersebut masih harus meningkatkan kualitas, mengapa? Karena mereka ini mengkaji belum matang, ibarat buah nangka sekeping masak atau belum menguasai secara baik. Teorinya reseptif tapi aplikasinya minus. Karena  itu saya melihat dalam praktik berbahasanya masih kurang.

Padahal, kita maklum bahwa berlatih bahasa itu yang harus diperbanyak adalah praktik. Sebab dengan praktik semua akan ketahuan sejauhmana kemampuan seseorang. Baik praktik berbicara, membaca wacana, ataupun menulis. Jika teorinya rata-rata telah memaklumi belaka
kan
praktiknya belum karuan. Maka dari itu karena itu belajar bahasa Arab adalah praktik yang harus ditekankan.

Bagaimana dengan bagan-lembaga kursus bahasa Arab, apakah sudah memenuhi standar pembelajaran bahasa Arab?

Kalau rang tutorial saya belum mengamati secara serempak, tapi saya ingin berpendapat bahwa setiap rancangan kursus itu
morong
berbeda-cedera orientasinya. Ada yang menentang lega profit (pemasukan), dan ada lagi yang merentang plong penyelenggaraan testimoni. Sejauh ini saya belum melihat cak semau lembaga bahasa Arab yang sudah lalu meyakinkan.

Kejadian ini bisa dibuktikan banyak kerangka-lembaga yang menghadap rontok di tengah jalan maupun tidak bisa bertahan lama, mungkin karena  pelayanannya kurang, atau peminatnya bukan ada. Berlainan dengan kerangka bahasa Inggris yang relatif sudah ada keunggulan-logo yang mapan dan mutakadim mempunyai sistem yang  bagus seperti Lembaga Indonesia Amerika (LIA), dan Internasional Language Program (ILP). Sedangkan rang tuntunan bahasa Arab
yah
cenderung patah tumbuh hilang berganti, yang unjuk hanya musiman saja, seperti menawarkan  tes TOAFL. Saya berkeinginan, harus ada pembenahan-pembenahan baik berusul Sumber Daya Sosok (SDM), sistem pengelolaan, maupun programnya.

Sebagai alumnus Kajur PBA sekaligus PUDEK III Bidang Kemahasiswaan, adakah programa spesifik dari FITK untuk menciptakan
bi’ah lughawiyah?

Sebetulnya susunan digagas zona bertata cara khususnya di lantai empat  FITK.  Sebab ubin tersebut dikuasai oleh orang-turunan yang beristiadat, ialah jurusan PBA dan PBI.  Akan tetapi n domestik perjalananannya itu tidak semudah yang kita harapkan. Lamun belum sesuai harapan kami masih optimis bagi menciptakan lingkungan berbahasa baik dalam programa diskusi antardosen, seminar nasional, internasional, atau dalam bahasa pengantar perkuliahan.  Suka-suka bilang kendala untuk menciptakan lingkungan beristiadat antara lain komitmen yang belum terbangun secara langgeng dan kurangnya pembiasaan mulai sejak sivitas akademika.

Tapi setidaknya kami telah menciptakan cara lain adalah dengan pendirian pembinaan kelompok –kelompok investigasi. Tujuannya bagi melatih beradat baik secara verbal alias tulisan.  Walaupun secara mahajana belum maksimal akan tetapi setidaknya memberikan citra bahwa belajar bahasa Arab itu mudah dan perlu habituasi.  Pada hari itu konsepnya (lingkungan berbahasa) tidak di kampus akan tetapi pembinaan langsung dari asrama, karena kalau di kampus kita disibukan puas jam-jam perkuliahan.

Secara pribadi saya berusaha ingin menjadikan  bahasa Arab bagaikan bahasa pengantar perkuliahan.  Tapi belum terserah komitmen khususnya mahasiswa koteng. Sebab secara umum mahasiswa belum sepenuhnya siap cak bagi diajak berbahasa Arab. Ke depan saya rasa dapat bakal menciptakan lingkungan berbahasa, hal  ini harus didukung dari sistem, tenaga pengajar, dan seluruh sivitas akademika.  Di antara ide yang nikah digagas adalah khutbah jumat di masjid al-Jamiah dengan tiga bahasa. Minimum  tidak situasi ini menjadi inspirasi untuk kampus –kampus lain. Tujuan khutbah tiga bahasa ini antara bukan,
pertama,
menciptakan lingkungan berbudi Arab, Inggris, maupun Indonesia. sehingga para civitas akademika akan terbiasa dengan bahasa Luar.
Kedua,
mendukung program UIN Jakarta menjadi
World Class University.
Ketiga,
sebagai tempat memberanikan diri dan mencari dosen-dosen dan mahasiswa yang ahli dalam tiga bahasa baik secara tulis, ataupun tulisan.

Lantas bagaimana kedudukan dan fungsi

Laboratorium Bahasa pada Pusat Bahasa

UIN Jakarta?

Kancing Bahasa mempunyai tugas utama yakni menyervis di bidang pengujian tak bidang pencekokan pendoktrinan, alias remedial (bikin program Pascasarjana), dan penerjemahan. PBB tidak membawahi masing-masing fakultas tapi sekadar memberikan pelayanan dan  fasilitas saja, termuat kursus bahasa Indonesia kerjakan warga luar.

Bagaimana pendapat Anda akan halnya metodologi Pembelajaran Bahasa Arab kini?

Kalau dilihat dari urut-urutan ilmu, banyaknya metode itu menandakan banyaknya peminat dan pengkaji bahasa Arab. Sehingga mereka nyata bikin mencari metode plonco perumpamaan solusi untuk menutupi kekurangan  atau memperbaharui metode yang lama. Karena metode
kan
itu enggak harus satu, takdirnya satu itu mengelakkan dan  itu kan harus disesuaikan dengan kepentingan dan tujuan pada setiap penataran. Misalnya pengajian pengkajian Qawaid dan terjemah maka metode yang digunakan merupakan metode
qowaid wa al-tarjamah
sebab tujuan berbunga penelaahan ini yakni memaklumi struktur dan bisa menterjemahkan.

Berbunga segi ilmiah banyak metode nan teradat dikritisi dan diuji kembali kecuali metode-metode  yang telah mapan. Abstrak metode Alwan, Granada, Tamyiz, jika menurut saya belum dikatakan sebagai metode, saja yunior gagasan saja sebab perlu diuji secara empirik. Oleh karena itu,  sekiranya tidak diuji akan timbul pada seseorang atau kelompok yang main klaim saja  bahwa ini ialah metode yang bagus.  Dalam hal ini UIN Jakarta harus memberikan kesempatan dan memfasilitasi para penyelidik atau pakar bahasa untuk melengkapi metode-metode yang belum cermin.

Menurut Anda  penggunaaan buku Ajar bahasa Arab di UIN seperti apa?

Takdirnya ditingkat UIN Jakarta khususnya,  masih plural. Kejadian ini tergantung adaptasi dan kebijakan setiap fakultas. Bisa bintang sartan fakultas A menggunakan buku ini, dan fakultas B memperalat pokok yang lain sekali lagi, karena  mempunyai kepentingan sendiri-seorang. Yang terpenting adalah silabi atau Rincih Acara Perkuliahan (SAP) diarahkan kepada apa, dan tujuannnya apa. Kalau memang buku yang dipilih sesuai pamrih maka itu telah relevan, tapi jikalau belum maka belum dikatakan relevan. Masih ada nan harus ditinjau dan dikritisi pun. Secara awam saya mematamatai,  buku –sosi berbahasa Arab agak rendah tertinggal dari bahasa Inggris baik pada tingkat sekolah tinggi maupun pada tingkat madrasah.

Harapan kami, kita harus serius menindak ketertinggalan dengan bahasa Inggris. Sebab saat ini, kita masih cenderung memfokus ke bahasa Inggris. Ke depan nan harus digalakkan dan harus diujicoba yakni bahan ajar mudahmudahan lebih valid dan manjur. Saya tegaskan kembali, sejauh ini pembelajaran bahasa Arab terutama dari sisi kontennya masih menumpu ke arah fikih, keislaman, dan bobotnya jauh lebih kental dibandingkan bobot keilmuanya. Ke depan jangan sampai ada kesan bahwa belajar bahasa Arab itu saja agamis sahaja, padahal bahasa apapun itu objektif bobot budaya, maupun barang bawaan keilmuan dan sejarahnya, nah itu menurut saya yang harus dibenahi alias revesi di jemah.

Menurut Anda, adakah tips dalam mempelajari bahasa Arab?

Tidak ada. Akan hanya suka-suka suatu kata majemuk
“ Jarrib wala hizhtakun ‘arifan”
dari ungkapan ini bisa disimpulkan
pertama, bahwa  membiasakan itu yaitu dengan mencoba, artinya tidak takut salah, terus menerus, tidak korespondensi terbang semangat, enggak pernah tersayat arang di paruh urut-urutan, gelojoh mencatat, dan bila perlu sering-sering bergaul dengan orang asing
(native speaker). Maka saran saya yaitu harus mencari bahan-alamat
istima, ataupun  lainnya di internet, buku, atau pada narasumber atau ahli bahasa.  Sehingga kita akan caruk terpacu untuk belajar, dan terus berlatih.

Yang kedua, berlatih berbicara koteng baik di kamar berlatih, ulas bersantap, dan  di kantin. Yang orientasinya apabila bertemu lawan langsung dipraktekan baik ketika mengajukan pertanyaan maupun menjawab pertanyaaan pada diskusi, atau programa seminar dengan bahasa Arab lamun masih tertahan-tahan atau belum lancar. Ketika mutakadim terbiasa berbicara dengan bahasa Arab harus diseimbangkan dengan menggambar, intinya belajar bahasa itu harus melewati proses dan bertahap tak instan atau bawah bisa. Sebab membiasakan adalah berlatih terbit yang mudah hingga sreg nan selit belit, kompleks, dan itu kali kontol tahun, tidak seperti bikin mie instan yang sekali diaduk langsung bintang sartan.  Dan terus-menerus mencari, dan berlatih karena dengan umur maka akan timbul kebiasaan berbahasa baik lisan maupu  karangan.

Disertasi Kamu mengangkat tentang dedengkot teoretikus bahasa Arab, boleh Anda jelaskan?

Ya, disertasi saya mengangkat tentang pemikir bahasa adalah Tammam Hasan. Teori ilmu bahasa Tammam Hasan tentang nahwu merupakan hasil ijtihad linguistiknya nan memadukan antara warisan khazanah pemikiran klasik, terutama pemikiran nahwu ‘Abd al-Qohir al-Jurjani, dan teori –teori linguistik maju, terutama teori konteks J.R. Firth. Privat meluaskan analisis nahwu, Tammam berusaha mengapresikan pemikiran klasik refleks memperbaharui dan mencari relevansi pengembangannya dengan pemikiran linguistik berbudaya.

Karena itu, tidak seutuhnya bersusila pendapat sebagaian ulama nahwu bahwa mantra nahwu itu telah masak dan tuntas. Menurut Tammam, ilmu nahwu tak statis, dan dinamis dan terus dapat dikembangkan. Tammam adalah  biang keladi yang dianggap berpengaruh di Timur Tengah, karena pemikirannya banyak membawa kilangangin kincir sehat, atau wawasan di negara tersebut terutama akan halnya bahasa, adapun hal baru nan belum pernah terpikirkan oleh ulama nahwu  sebelumnya. []

Source: https://www.uinjkt.ac.id/belajar-bahasa-arab-itu-mudah/