Pengalaman Belajar Bahasa Inggris Sejak Sd Teori Second Language
- Pendahuluan
Pasca- seorang anak memperoleh bahasa pertamanya (BI), maka momongan itu akan mengalami proses akuisisi bahasa kedua (B2) melintasi apa yang disebut dengan pembelajaran bahasa. Untuk masalah nan dibicarakan ini terserah pakar nan menjuluki dengan istilah pembelajaran bahasa (language learning)
dan suka-suka pula yang menyebut pemerolehan bahasa (language acquisition) kedua. Digunakannya istilah pembelajaran bahasa atas keyakinan bahasa kedua boleh dikuasai hanya dengan proses membiasakan, dengan prinsip sengaja dan siuman. Hal ini berlainan dengan penguasaan bahasa pertama atau bahasa ibu yang diperoleh secara alamiah, secara tidak bangun di dalam lingkungan keluarga pengasuh anak-momongan itu, mereka nan menggunakan istilah masukan bahasa kedua beranggapan bahasa kedua yaitu sesuatu yang dapat diperoleh, baik secara formal dalam pendidikan maupun informal dalam lingkungan usia.
Penggunaan istilah bahasa ibuperlu dilakukan dengan hati-hati sebab banyak sekali kasus terjadi, terutama di kota besar yang multilingual seperti Jakarta, bahwa bahasa ibu seseorang bukanlah bahasa yang digunakan atau dikuasai ibu sejak lahir. Di Jakarta banyak pasangan suami cem-ceman, nan bila berdua semata-mata menggunakan bahasa kawasan (bahasa ibu mereka), cuma di tengah momongan-anak mereka menggunakan bahasa Indonesia. Dengan demikian, bahasa ibu atau bahasa pertama si anak ialah bahasa Indonesia, lain bahasa nan digunakan maka itu ibu dan bapak mereka. Jadi, penggunaan istilah bahasa pertama akan lebih tepat ketimbang penggunaan bahasa ibu. Sementara itu, nan dimaksud bahasa ibu sebenarnya yaitu “bahasa asuh” yang digunakan sendiri ibu ketika berkomunikasi dengan anaknya sejak lahir maupun masa paling dini.
Seandainya dilihat dari bujuk pemerolehannya, bahasa ibu disebut juga dengan bahasa mula-mula sebab bahasa ibu itu yang paling dikuasai seorang anak.Kelak, kerumahtanggaan kehidupannya kemudian, mungkin beliau harus mempelajari bahasa enggak. Bahasa enggak yang dipelajari setelah bahasa ibu itu disebut bahasa kedua.
Keterampilan seseorang terhadap sebuah bahasa gelimbir pada adanya kesempatan untuk menggunakan bahasa tersebut.Karena itu, wajar kalau bahasa permulaan lebih dikuasai daripada bahasa kedua. Tetapi, jika kesempatan untuk menggunakan dua bahasa atau kian sama peluangnya, maka ada prospek penguasaan atas kedua bahasa itu sekelas baiknya. Dapat juga terjadi kesigapan akan bahasa mula-mula menjadi menciut, terutama dalam penguasaan kosakata, kalau seseorang dalam waktu yang relative lama tinggal di mileu masyarakat yang menggunakan bahasa lain. Seandainya dalam waktu yang relative lama anda enggak menggunakan bahasa pertamanya, boleh doang kemampuannya berkurang. Pertama, karena kemampuan tersebut akan terkubur di asal kelincahan berbahasa tak, dan kedua karena bahasa pertamanya seorang tentu berkembang, sementara beliau lain adv pernah mengukuti jalan itu.
Fenomena penguasaan bahasa purwa dan bahasa-bahasa lainnya terjadi kerumahtanggaan setiap bangsa di marcapada.Dewasa ini, bernasib baik urut-urutan informasi dan komunikasi antar bangsa, terserah kecenderungan masyarakat menguasai dua bahasa, bahkan tiga bahasa serentak.Pada umumnya awam Indonesia ialah publik bilingual. Artinya, bahasa wilayah seperti bahasa sunda atau jawa menjadi bahasa pertama maupun bahasa ibu, sementara itu bahasa keduanya adalah bahasa Indonesia. Kasus tidak terjadi di Jakarta. Di sana awam mudanya umumnya memiliki bahasa ibu bahasa Indonesia karena sejak dini mereka berkomunikasi dengan bahasa itu. Kedua orang tuanya yang berasal mulai sejak daerah (sunda, jawa, dll.) lain menggunakan bahasa itu untuk komunikasi awal dengan anak-anaknya.
- Proses Pemerolehan Bahasa Dan Pembelajaran Bahasa Kedua
Sparing bahasa kedua terjadi pada masyarakat multilingual, adalah pada detik peserta tuntun harus mulai belajar bahasa kedua buat dapat berkomunikasi antardaerah, antarprovinsi atau mileu masyarakat perbatasan. Dalam kejadian ini timbul kebutuhan berlangsungnya pencekokan pendoktrinan bahasa kedua serta metode apa yang cocok untuk digunakan. Hal ini ialah tugas sosio-ilmu bahasa.
Kerumahtanggaan kaitannya dengan kegiatan belajar, pemerolehan bahasa adalah sebuah aktivitas dengan dua format. Kedua dimensi itu adalah membiasakan bahasa itu sendiri dan belajar segi lain melalui bahasa sebagai instrumennya.
Dalam menjelaskan teori belajar bahasa yang didasarkan pada teori kognitif, selinger menunjukkan adanya penglihatan baru akan halnya bagaimana seorang anak menguasai bahasanya. Kebijakan menguasai bahasa merupakan proses kognitif jangka pangkat, bersifat acuan, dan konsisten. Proses itu galibnya dialami maka dari itu semua pesuluh didik tanpa memandang satah bokong, usia, dan konteks pemerolehan bahasanya. Misalnya, semua peserta didik akan berbuat pengetesan presumsi. Artinya, proses nan terjadi ketika seseorang yang semenjana belajar berbahasa membuat kaidah-kaidah koteng adapun bahasa yang dipelajarinya, kemudian dikoreksi sendiri, disederhanakan, dan dianalisis.
Proses dugaan dilakukan secara spesial melalui uji bahasa dalam publik. Tentang taktiknya menyangsang keunikan setiap pelajar didik, sebagaimana penggunaan kaidah, pengingatan, teknik pendayagunaan masukan bahasa, dan sebagainya.Rukyah ini selanjutnya berkembang dan menghasilkan bentuk-rangka metode sparing bahasa, nan pada awalnya mengklaim laksana metode nan paling efektif.
Sepanjang dua abad terakhir, penggunaan terminology
linguistics,sosiolinguitics, anthropological linguistics, dan psycholinguistics
sudah mengingkari definisi dan korpus kerja adapun bahasa.Sebelumnya, perhatian terutama diberikan kepada bahasa-bahasa yang dipergunakan untuk pencekokan pendoktrinan bahasa kedua.Sekarang perhatian terbesar ditujukan kepada kebutuhan nasion-bangsa nan baru merdeka dan masalah karena keanekaragaman bahasa dan pendidikan.Ilmu-ilmu bahasa membantu pembentukan garis haluan tentang bahasa dan perencanaannya dan pengembangan bahasa ibu (native language) serta pendidikan bilingual. Adapun aturan-kebiasaan bahasa bisa dinyatakan bahwa bahasa sekaligus memiliki banyak fungsi pron bila yang bersamaan:
1). Alat-alat dasar dari seorang individu.
2). Pertanda bermula identitas kebudayaannya.
3). Peranti untuk menata dan mengubah dunia sekitarnya.
Di banyak negara beberapa keramaian bahasa dijumpai di kawasan yang setara dan kerumahtanggaan beberapa kejadian bahasa-bahasa itu hidup berapit secara harmonis. Rata-rata ada satu kelompok nan peranannya lebih dominan.Di bilang Negara bahasa daerah dan dialek local mempunyai variasi-diversifikasi pemanfaatan yang berbeda dan mempunyai penyiaran geografis yang berlainan, ada yang termaktub dan ada nan lain tertulis, dan mungkin n kepunyaan tradisi verbal nan klasik dan ki berjebah.
Bilang bahasa bisa jadi ceria sebagai bahasa kesustraan yang dipakai ibarat komunikasi terbatas diantara kaum elit alias tujuan- tujuan budaya nan bertambah panjang, sebagaimana pendidikan di universitas. Lebih lanjut, sebuah Negara bisa jadi menargetkan sebuah bahasa luar sebagai perabot komunikasi dengan dunia asing.
Di samping itu, terdapat bahasa-bahasa minoritas adalah bahasa yang biasanya dipergunkan oleh beberapa kelompok yang secara diplomatis dan social tidak menguntungkan. Kejadian ini menimbulkan adanya problematika yang obsesi, terutama, menyangkut dua aspek:
1). Mengapa di suatu pihak buram-rajah ucapan tertentu, pengucapan maupun penggunaan tata bahasa menjadi rendah akibat dari status social pemakainya?
2). Sebaliknya, apakah para pemakai bahasa minoritas itu mengalami pembedaan, diskriminasi kerumahtanggaan karier, spirit taktis, alias martabat social disebabkan maka itu bahasanya?
Selanjutnya, barang apa interkorelasi antara kedua aspek ini? Jawabannya akan ditentukan oleh sikap kelompok minoritas itu sendiri bersangkutan dengan daya kebaikan dan galibnya mulai sejak bahasanya dan bahasa-bahasa lainnya. Ekses dari kerubungan minoritas terhadap bahasa-bahasa nasional dan bahasa internasional dapat pun terlampau terbatas.Dalam beberapa keadaan sebuah keramaian mungkin secara linguistic lalu jauh berpindah pecah bahasa-bahasa nasional lainnya.Pengajaran dan pendayagunaan lebih lanjur dapat menimbulkan penghalang maka itu jarak social ekonomi mereka dengan kelompok mayoritas.
Bermacam rupa permasalahan bahasa dalam cak cakupan makro di atas banyak ditentukan maka dari itu kebijakan strategi pemerintah nan berhak.Suka-suka pemerintahan tertentu yang memberikan pikiran besar puas aspek bersopan santun masyarakatnya, saja ada juga yang sebaliknya.
Selain itu, suatu keramaian mungkin mempergunakan dialek yang berbeda mulai sejak bentuk standar hanya kerumahtanggaan aspek-aspek katai, sama dengan pengucapan, pemilihan pengenalan-kata, dan aturan-adat berbudi. Anggota-anggota berusul suatu kelompok barangkali akan ditolak alias tidak disukai oleh para pencerita bentuk liwa sehingga menimbulkan akses bagi pendidikan.
Pendidikan merupakan episode penting dari kebudayaan satu nasion.Pendidikan perlu memperbaiki kursi kebahasaan dari semua kelompok kultur yang menembus batas-senggat komunikasi dan dapat menyempatkan kesempatan kerja, manfaat-kemujaraban cak bagi semangat nasional, hak-hak penghuni Negara dan sebagainya. Disamping itu, pendidikan harus megajari masyarakat untuk melihat perbedaan-perbedaan bahasa dan menyadari kelaziman-kelaziman khalayak lain serta kebudayaan mereka.
Pengkajian tentang system pendidikan biasa pada Negara-negara mempunyai bahasa maupun dialek yang berlainan-beda membuktikan bahwa masalah-penyakit kebahasaan sering dijumpai di sekolah-sekolah dan sebagian ki akbar menyebabkan kemunduran berlatih atau kekosongan para peserta tuntun.Kesuksesan di sekolah sebagian besar tersangkut pada kuatnya kemampuan berbahasa lisan dsn tersurat. Makanya karena itu, bila kurikulum, bahan pelajaran, dan metode mengajar lain diarahkan kepada kemampuan-kemampuan bersopan santun peserta didik, maka komunikasi antara pengajar debgan peserta didik akan merusak motivasi membiasakan. Untuk memecahkan dan merevisi hal nan demikian itu, teknik-teknik analisis linguistic dan sosiolinguistik boleh digunakan, buat membantu menyesuaikan kurikulum dan metode dengan susunan sosio-kultural dan kebahasaan.
- Isu Harta benda Bahasa
Isu yang berkaitan dengan substansi bahasa meliputi transfer bahasa, masukan (input), dan variabilitas.
Fenomena transfer bahasa menjadi focus amatan para ahli pengajaran bahasa kedua, baik sebelum lahirnya kepatuhan ilmu pemerolehan bahasa kedua maupun pada awal mula-mula perkembangan cagak ilmu ini. Justru boleh dikatakan fenomena kesilapan bahasa nan sulit diterangkan inilah yang memicu lahirnya bidang pemerolehan bahasa kedua.
Pada mulanya ahli bahasa beriman bahwa kesilapan bersopan santun merupakan petunjuk adanya kesulitan sparing bahasa kedua.Kajian kontrastif (contrastive analysis) diyakini boleh dijadikan instrument yang handal cak bagi memprediksi kesulitan belajar bahasa kedua. Secara mahajana dihipotesiskan bahwa apabila bahasa purwa (BI) berbeda dengan bahasa bahan (BS), maka perbedaan itu akan menyebabkan kesulitan, menimbulkan interferensi pada BS. Tetapi kenyataannya tidak demikian.Justru ciri yang mirip dari kedua bahasa itu nan ditransfer ke BS.
Temuan penelitian selanjutnya menunjukkan transfer itu tersapu dengan cirri kedua bahasa, yakni sejauh mana suatu butir bahasa itu bermarkah (marked). Antara lain ditemukan bahwa takdirnya dua bahasa berlainan, tetapi butir B2 (BS) rendah tertanda, maka hal itu dapat menimbulkan kesulitan.
Bilang penyelidikan mengkaji hubungan antara akuisisi (input) dan luaran (output). Fokusnya membentangi antara lain hubungan antara jumlah atau frekuensi masukan dengan kualitas keluaran (kemampuan berbahasa B2), cirri-ciri bahasa yang dipakai oleh penutur zakiah dalam berbicara dengan non-penutur ceria, atau yuridiksi bahasa yang diujarkan maka dari itu pembimbing terhadap peserta didiknya, serta peranan akuisisi intern peluasan kemampuan berbahasa kedua.
Berkaitan dengan jumlah
input, hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa pembelajar yang memperoleh kesempatan bakal menggunakan B2 maupun mendapat
input
yang banyak, akan memiliki kemahiran bersopan santun kedua yang baik. Pendongeng zakiah melakukan modifikasi terhadap teks yang diucapkan ketika berbicara dengan orang yang bukan perawi bersih.
Mengenai peranan
input, Krashen seperti nan dikutip Huda (1999) mengajukan premis bahwa
input
yang dapat dipahami meningkatkan kemampuan pembelajaran dalam berbudi kedua. Sahaja, hasil pengkhususan lain juga menunjukkan bahwa situasi itu tidak cukup, kecuali jika pembelajar mendapat kesempatan untuk mempraktikkan bahasa target.
Bahasa antara (interlanguage) bervariasi, seperti halnya bahasa yang alami.Kebinekaan sinkronis (antarwaktu) legal dijumpai dalam bahasa pembelajar. Sekali waktu pembelajar menunjukkan telah mengamankan suatu aspek tata bahasa , akan tetapi puas kesempatan tak dia membuat kesalahan pada aspek tersebut. Terjadinya keragaman sinkronis dapat diterangkan dengan pendekatan sosiolinguistik, yaitu bahwa variabilitas itu mengikuti pola deretan gaya bahasa. Jika pembelajar memberikan pikiran terhadap mandu dirinya berbicara, maka gayanya cenderung sah, sementara itu seandainya sira bukan mendengarkan barang apa-segala apa nan kamu ucapkan, maka gaya bahasanya memfokus informal.
Diversitas juga bias terjadi karena berbagai alasan:
- Pembicara melakukan penyesuaian terhadap dagi bicaranya.
- Factor-faktor sosiolinguistik situasi lumrah dan informal.
- Kuantitas waktu bikin merencanakan pembicaraan, dll.
- Pengertian Masukan Bahasa
Masukan bahasa diartikan sebagai periode sendiri individu memperoleh bahasa ataupun kosakata baru.Kapan periode itu berlangsung?Boleh dikatakan intim selama hari. Namun, selama ini pemahaman masyarakat adapun perolehan bahasa lebih banyak tercurah sreg awam jiwa dini alias masyarakat yang belajar bahasa luar.
Masukan bahasa dahulu banyak ditentukan maka dari itu interaksi rumit antara aspek-aspek kematangan biologis, kognitif, dan social. Slobin (n domestik Tarigan, 1998) mengemukakan bahwa setiap pendekatan modern terhadap akuisisi bahasa akan menghadapi kenyataan bahwa bahasa dibangun sejak semula maka dari itu anak, memanfaatkan aneka kapasitas buah tangan sejak lahir yang beraneka ulah dalam interaksinya dengan asam garam-pengalaman dunia fisik dan social.
Dengan demikian, apa sepantasnya pemerolehan bahasa itu? Pemerolehan bahasa mempunyai suatu permulaan nan seketika, tanpa disadari. Kedaulatan bahasa mulai sekitar nyawa satu tahun disaat anak start menggunakan kata-kata lepas atau kata-kata terpisah dari sandi linguistic bakal mencapai aneka maksud social mereka. Pemerolehan bahasa n kepunyaan suatu permulaan bergradasi yang unjuk berusul awam melalui proses yang tahapan. Artinya, proses peniruan terjadi kepada siapa saja, di mana sekadar, dan kapan saja.
Berkaitan dengan perolehan bahasa, setidaknya anak-anak memperoleh dan mempelajari paling kecil sedikit suatu bahasa, kecuali anak-anak nan secara jasmani mengalami gangguan atau cacat. Menurut para pandai, momongan akan sampai ke tingkat pencaplokan bahasa makhluk dewasa intern waktu tekor lebih 25 tahun. Selanjutnya, anak selalu berusaha menetapi pemerolehannya dengan membukit perebutan kosakata, mempertajam kognisi akan paramasastra, dan hal-hal lain yang menyangkut seluk beluk bahasa ini.
Untuk memafhumi bagaimana jalan bahasa seseorang,privat hal ini anak, berikut ini akan diketengahkan tahap-tahap perkembangan itu secara beruntun oleh Mackey (1965).
Umur 3 bulan
Anak mulai mengenal suara manusia ingatan yang tercecer mungkinsudah suka-suka, semata-mata belum terpandang. Apa sesuatu masih tercalit dengan segala yang dilihatnya, koordinasi antara pengertian dan apa yang diucapkannya belum jelas. Anak asuh mulai mesem dan mulai membuat celaan-suara yang belum teratur.
Umur 6 bulan
Anak sudah mulai boleh membedakan antara nada yang “subtil” dan nada yang “bergairah”. Ia start membentuk vocal begitu juga “Aee.Ae..aEEaEE”
Umur 9 bulan
Anak mulai bereaksi terhadap tanda-tanda.Dia berangkat mengucapkan bermacam-diversifikasi celaan dan tidak rumpil kita dapat mendengar pergaulan suara minor nan menurut orang dewasa suara yang aneh.
Umur 12 bulan
Anak asuh mulai membuat reaksi terhadap perintah.Engkau gemar mengeluarkan suara-suara dan bisa diamati, adanya beberapa pengenalan tertentu yang diucapkannya buat mendapatkan sesuatu.
Umur 18 bulan
Anak tiba mengikuti petunjuk.Kosakatanya sudah menyentuh selingkung dua puluhan.Dalam tahap ini komunikasi dengan menggunakan bahasa sudah mulai tertentang.Kalimat dengan satu kata mutakadim digantinya dengan kalimat dengan dua kata.
Semangat 2-3 tahun
Anak telah distorsi memahami pertanyaan dan perintah terbelakang. Kosakatanya (baik nan pasif ataupun yang aktif) sudah mecapai beberapa ratus. Anak sudah bias mengemukakan isi hatinya dengan kalimat sederhana.
Sukma 4-5 tahun
Pemahaman anak kian mantap, walaupun masih comar bingung dalam keadaan-hal yang menyangkut tahun (konsep hari belum bias dipahaminya dengan jelas). Kosakata aktif bias mengaras dua ribuan, padahal nan pasif sudah makin banyak jumlahnya. Anak mulai membiasakan berhitung dan kalimat-kalimat yang taksir jarang tiba digunakannya.
Umur 6-8 tahun
Tidak suka-suka kesukaran buat memahami kalimat yang formal dipakai orang dewasa sehari-hari.Berangkat sparing membaca dan aktivitas ini dengan sendirinya menaik harta benda katanya.Berangkat membiasakan diri dengan pola kalimat yang agak sulit dan B1 pada dasarnya mutakadim dikuasainya sebagai gawai untuk berkomunikasi.
- Ragam Akuisisi Bahasa
Telah disebutkan di atas adapun hakikat perolehan bahasa.Sekarang perlu diketahui ragam atau jenis-tipe pemerolehan bahasa. Tarigan (1988) menjelaskan bahwa ragam pemerolehan bahasa dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang:
- Berdasarkan bentuk.
- Berdasarkan urutan.
- Bersendikan jumlah.
- Bersendikan media.
- Bersendikan kesejatian.
Pemerolehan bahasa seandainya ditinjau bermula segi rancangan ialah:
- Perolehan bahasa permulaan atau
first language acquisition. - Perolehan bahasa kedua atau
second language acquisition. - Pemerolehan ulang atau
re-acquisition.
Pemerolehan bahasa berdasarkan bujuk:
- Pemerolehan bahasa mula-mula atau
first language acquisition. - Pemerolehan bahasa kedua atau
second language acquisition.
Pemerolehan bahasa ditinjau berpunca segi besaran:
- Pemerolehan searah maupun
monolingual acquisition. - Pemerolehan dua bahasa atau
dwibahasa acquisition.
Pemerolehan bahasa ditinjau dari segi media:
- Perolehan bahasa lisan atau
oral language
(speech)acquisition. - Pemerolehan bahasa tulis maupun
written language acquisition.
Perolehan bahasa ditinjau dari segi keaslian alias keasingan:
- Perolehan bahasa nirmala atau
native language acquisition. - Pemerolehan bahasa asing ataupun
foreign language acquisition.
Bila ditinjau mulai sejak segi kesertamertaan atau keberurutan (khususnya lakukan perolehan dua bahasa), perolehan bahasa terbagi menjadi berikut.
- Perolehan bilingual bersama-sama alias
simultaneous acquisition. - Pemerolehan dua bahasa berturutan atau
successive acquisition. - Peranan Bahasa Mula-mula Dalam Pemerolehan Bahasa Kedua
Terserah beberapa penglihatan nan menyatakan bahwa bahasa yaitu hasil perilaku stimulus-respons.Setiap perilaku di internal bahasa ialah akibat adanya stimulus. Dengan demikian, apabila peserta asuh ingin memproduksi ujaran, ia harus melipatkan pendedahan stimulus. Rangsang yang riil perilaku berbahasa anak adam bukan adalah mata air penerima aktivitas bersopan santun seorang peserta didik. Oleh karena itu, peran lingkungan ibarat perigi munculnya stimulus menjadi dominan dan lewat terdepan artinya di n domestik membantu proses pemerolehan bahasa, baik untuk pemerolehan bahasa permulaan atau bahasa kedua.
Sejauh peserta didik belum pernah beruntung stimulus, ia tidak akan bisa mengadakan aktivitas respons. Sepanjang pembelajar bahasa atau pelajar didik belum mendapat stimulus bahasa pertama, sejauh itu sekali lagi dia enggak akan dapat mengadakan aktivitas respon tentang bahasa pertama. Demikian pula halnya dalam belajar bahasa kedua. Selama peserta asuh belum berbintang terang stimulus bahasa kedua, selama itu pula dia menjawat aktivitas bahasa nan telah dikuasainya malah dahulu, merupakan bahasa purwa.
Dengan demikian, munculnya bahasa permulaan pada detik berajar kedua, mungkin terjadi jika stimulus tentang bahasa kedua yang serupa dengan bahasa pertama belum pertalian dikabulkan oleh peserta didik. Apabila dikaitkan dengan letak keduanya, yaitu bahasa pertama dan bahasa kedua, di dalam diri petatar didik terdapat suatu tempat, yaitu tempat stimulus respons.Dua perangkat berbeda yang cak semau dalam satu arena, memungkinkan keduanya saling berbimbing dan pengaruh mempengaruhi.Demikian pula halnya dengan bahasa permulaan dan bahasa kedua yang berkecukupan dalam satu lemak tulang peserta didik.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bahasa pertama berkarisma terhadap bahasa kedua apabila bahasa kedua dipelajari oleh seseorang setelah engkau menguasai bahasa purwa. Kejadian ini disebabkan, selama ia belum bernasib baik stimulus bahasa kedua, selama itu juga kamu memegang aktivitas bahasa pertamanya.
Pandangan kedua mengenai pengaruh bahasa pertama terhadap penataran bahasa kedua unjuk terbit lado nan meriah mengkampanyekan analisis kontrastif perumpamaan rajah awal kegiatan rancang bangun silabus pencekokan pendoktrinan bahasa.Dari teori itu diperoleh keterangan bahwa pemerolehan bahasa kedua sedikit banyak keberhasilannya ditentukan maka itu bahasa yang sudah dikuasai sebelumnya oleh peserta tuntun. Teori ini berhipotesis bahwa situasi bahasa nan telah dikuasai oleh pesuluh ajar berwibawa terhadap proses masukan bahasa nan sedang dipelajari ataupun yang berusaha dikuasainya.
Menurut pandangan ini berajar kedua yaitu proses transferisasi. Takdirnya struktur bahasa yang dikuasai oleh peserta didik sebelumnya, misalnya, banyak memiliki persamaan dengan struktur bahasa nan madya dipelajarinya, terjadilah semacam akomodasi dalam proses belajarnya, merupakan melintasi kegiatan transferisasi. Namun demikian, sekiranya struktur kedua bahasa itu memiliki perbedaan, peserta didik akan mengalami kesulitan di internal memperoleh bahasa yang sedang dipelajarinya.
- Pencekokan pendoktrinan bahasa kedua
Dalam umum multilingual tentu akan terserah pengajaran bahasa kedua. bahasa kedua itu bias bahasa nasional, bahasa resmi kenegaraan,bahasa baku kedaerahan, atau juga bahasa asing.di Indonesia pada kebanyakan bahasa Indonesia ialah bahasa kedua yang secara politis pula berstatus umpama bahasa kewarganegaraan dan bahasa resmi kenegaraan.
Pengajaran bahasa kedua dapat menimbulkan tanya pertanyaan sosiolingusitik. masalah ini enggak bersisa berat jikalau kebetulan bahasa kedua yang di pelajari itu masih tergolong bahasa serumpun.maka dari itu karena masalah yang muncul dalam pengajaran bahasa kedua akan menghampari semua tinggi bahasa.
Pengajaran bahasa kedua di Indonesia secara formal dimulai momen anak memasuki pendidikan sedang lega usia sekitar13 periode bakal bahasa asing,atau di daerah perkotaan dimulai sreg usia 6-8 tahun.menurut para pandai pemelorehan bahasa,anak-anak pada spirit 5 tahun telah menguasai transendental bahasa pertamanya, betapapun ideal bahasa itu sangat terik bikin orang-bani adam asing.dengan demikian,momen anak asuh Indonesia yang bahasa pertamanya bahasa daerah mulai mempelajari bahasa Indonesia, mereka sudah terbiasa dengan pola-pola bahasa pertamanya yang sejauh ini demap digunakan di asing flat.
Istilah intervensi pertama bisa jadi digunakan untuk menyebutkan adanya perubahan system suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsure-unsur bahasa lain yang di lakukan oleh penutur nan bilingual.penutur yang dwibahasa adalah penutur yang menggunakan bahasa secara bergantian; dan penutur multilingual adalah penutur yang bisa menggunakan banyak bahasa secara porselen.tetapi,kemampuan setiap perawi terhadap B1 dan B2 sangat bervariasi.istilah intervensi sreg kenyataan sering dicampur adukkan dengan istilah alih kode yang punya proses sependapat.
Terserah penutur yang mengusai B1 dan B2 sama baiknya, tetapi ada pula nan bukan; bahkan ada yang memiliki kemampuan B2 lewat minim.perawi bilingual nan mempunyai kemampuan terhadap B1 dan B2 sama baiknya, tentu lain mempunyai kesulitan bakal memperalat kedua bahasa itu bilamana saja diperlukan karena tindak laku kedua bahasa itu terpisah dan bekerja secara sendiri-sendiri.penutur dua bahasa yang punya kemampuan serupa ini disebut berkekuatan bahasa yang sebabat. Padahal yang kemampuan terhadap B2 jauh kian rendah alias tidak sama semenjak kemampun terhadap B1-nya disebut berkapasitas bahasa yang majemuk.
Seperti anak asuh-anak Indonesia lainnya, anak-anak asuh yang dari berpokok daerah sunda memasuki pendidikan lazim di sekolah dasar saat mereka berumur 6 atau 7 masa, manakala mereka telah mengamankan dengan baik sempurna-komplet bahasa pertama mereka bahasa sunda. Ada perbedaan nan cukup besar antara hipotetis-kamil bahasa sunda dan konseptual-teoretis bahasa Indonesia.perbedaan ini kadang-kadang menjadi penahan proses belajar bahasa Indonesia,baik dalam bidang fonologi, morfologi,sintaksis,maupun leksikon.
Dalam bidang fonologi, tungkai introduksi terbuka bahasa Indonesia cinta diucapkan dengan penyisipan bunyi glottal /?/ atau bunyi geseran faringal /h/. Contoh:
Ini dani dilafalkan [ini?dani?]
Ini ibu teti dilafalkan [ini?ibu?teti]
Itu kereta angin dilafalkan [itu pit]
Hatinya riang dilafalkan [hatinya riang]
Konsonan /k/ pada suku pembukaan akhir prolog bahasa Indonesia sering tidak diucapkan secara jelas ketika padanannya kerumahtanggaan bahasa sunda ditulis tanpa huruf<k>. Sebaliknya, konsonan /k/ dalam bahasa Indonesia yang mudahmudahan dilafalkan dengan glottal/?/ diucapkan dengan jelas bila kata tersebut dikenalnya.
Contoh:
Bapak dilafalkan [bapa]
Adik dilafalkan [adi]
Nenek [nEnE?]di
lafalkan [nenek]
Enggak [tida?] dilafalkan [enggak]
Dalam parasan morfologi, menurut rusyana(1999)anak asuh-momongan sunda caruk membuat kesalahan karena otoritas system ilmu bentuk kata bahasa sunda.
- Kayu itu
- Setelah masif pakaiannya lalu
dijemurkan - Adik saya
leloncatan
Kata
dibelahan
sreg kalimat(1) adalah pengarh rajah alas kata sunda
dibeulahan
intern keefektifan ‘dibelah-belah’ maupun ‘dibelah beberpa kali’. Maka kalimat(1) itu harusnya berbunyi sebagai (1a) atau (1b).
Gelagatnya kesulitan anak-anak asuh provinsi sunda dalam berlatih bahasa Indonesia, juga dialami maka dari itu anak-anak didaerah lain,yang bahasa pertamanya adalah bahasa daerah.persoalannya adalah bagaimana mengatasi kesulitan atau kendala itu.kesulitan-kesulitan itu dapat diatasi dengan mengerjakan berbagai macam pembelajaran,misalnya dengan melakukan bermacam ragam pengajaran,misalnya dengan menggunakan pendekatan lingustik kontrastif.
Pada pengajur pendekatan lingustik kontrastif berpendirianbahwa penguasaan suatu bahasa lain lain dari pembentukan kebiasaankebiasaan. Kebiasaan yang mulai sejak dari proses peniruan dalam publik bahasa itu seorang.memang pelik ada orang nan bisa menguasai bahasa kedua sama persis dengan penguasaan terhadap bahasa utama.bahasa inggris sebagai bahasa asing pertama secara lazim plonco diajarkan disekolah madya.artinya, sesudah sendiri anak Indonesia mengatasi sekurang-kurangnya dua bahasa,ialah bahasa ibunya dan bahasa in donesia.kesulitan masih akan lebih lagi kerumahtanggaan indoktrinasi bahasa inggris memahfuzkan latar belakang budaya masyarakat pemilik bahasa inggris itu kembali banyak berbeda dengan latar pantat budaya publik Indonesia.
Apabila mematamatai teoretis jalan bahasa Indonesia, seperti mana telah diulas sebelumnya, banyak mahajana yang menempatkan bahasa Indonesia bak bahasa kedua.sepatutnya ada, meskipun bahasa Indonesia lain ditempatkan seumpama bahasa pertama, namunbahasa kedua,situasi paling terdahulu adalah bahwa kemampuan pencerita bahasa tersebut baik, dalam bahasa verbal maupun tulisan.sebagai simpulan dalam mempelajari bahasa kedua, terbiasa diperhatikan perbedaan-perbedaan pola nan terdapat antara bahasa pertama, yang mutakadim dikuasai, dengan teoretis-kamil bahasa yang dipelajari. Sama dengan latar pinggul budaya perlu dipertimbangkan.
- Kekuasaan Bahasa Mula-mula Terhadap Proses Sparing Bahasa Kedua
Sudah lama para ahli pengajaran bahasa kedua percaya bahwa bahasa mula-mula atau bahasa yang diperoleh sebelumnya, berengaruh terhadap proses pemilikan bahasa kedua peserta didik (Ellis,2004). Justru, bahasa permulaan mutakadim lama dianggap ibarat pengganggu petatar didik dalam mengatasi bahasa kedua.Pendapat ini sangat langgeng diikuti ketika masih ramainya para pandai mendukung teori stimulus respons yang melahirkan metode audiolingual.
Rukyah ini lahir karena secara disadari atau tidak, pesuluh didik mengamalkan transfer atau memindahkan unsur-unsur bahasa pertama ke kerumahtanggaan struktur bahasa kedua. Akibatnya, terjadilah segala apa yang disebut pergantian struktur dan kode-kode bahasa bersumber bahasa pertama terhadap bahasa kedua yang digunakannya. Bentuk hijrah ini boleh aktual kesalahan ataupun
errors, kesilapan atau
erreurs, internal bahasa prancis, atau boleh dipandang umpama adanya bagan bahasa yunior yang diciptakan sendiri maka dari itu pelajar didik yaitu bahasa antara.Bahasa antara ini dikenal dalam literatur akuisisi bahasa perumpamaan
interlanguage.
Jika struktur bahasa pertama sama alias mirip dengan bahasa kedua, peserta jaga akan lebih mudah mentransfernya. Jika perbedaan anarkeduanya bukan disadari maka dari itu peserta didik, kemungkinan terjadi transfer subversif, nan pada akhirnya menampilkan peristiwa intrusi (sengaja menggunakan pendirian bahasa pertama buat bahasa kedua), kesilapan (kesalahan nan dibuat secara insidental karena tidak sengaja), dan kesalahan (yaitu kesalahan yang unjuk secara patuh karena ketidaktahuan).
Itulah sebabnya, semakin segara pebedaan struktur antara nan ada kerumahtanggaan bahasa purwa dengan yang ada privat bahasa kedua, usaha yang harus dilakukan maka itu peserta tuntun intern memperoleh dan membereskan bahasa kedua menentang lebih susah dan sukar dibandingkan dengan kedua apabila keda bahasa itu mempunyai banyak kesamaan.Demikian asumsi pencetus ide analisis kontrastif terhadap terhadap pengaruh bahasa permulaan pada bahasa kedua.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa bahasa mula-mula berpengaruh terhadap proses penguasaan bahasa kedua. Situasi linguistik bahasa pertama terdepan artinya bagi propaganda menentukan strategi pembelajaran yang diperkirakan efektif maka itu peserta didik intern buram transferisasi.Sparing bahasa kedua yaitu sparing mentransfer bahasa yunior diatas bahasa yang sudah lalu ada.
Rukyah ketiga seumpama hasil pendalaman pengaturan bahasa pertama terhadap bahasa kedua adalah apa yang dikenal sebagai hipotesis kesejajaran antara bahasa pertama dengan bahasa kedua. Rukyah ini nanti akan lebih banyak dikupas privat fragmen eksklusif, yaitu hipotesis-hipotesis pemerolehan bahasa. Cuma sebagai bayangan awal, berikut ini disinggung tentang pengaruh bahasa pertama menurut rukyat ketiga.
Pandangan ketiga tentang pengaruh bahasa pertama terhadap bahasa kedua dikemukakan oleh Krashen. Privat bukunya itu ia mengemukakakan bahwa pelajar didik memperoleh bahasa kedua dengan jalan menerima masukan ataupun input berpokok pesan-pesan yang sampai dan dipahami maknanya. Menurut asumsi ini, pelajar asuh atau pembelajar memperoleh bahasa kedua saja dengan satu cara, yaitu dengan cara mengerti serta memafhumi makna pesan yang hingga kepadanya. Murid bimbing dapat berbahasa kedua karena telah asian pemerolehan nan memadaidan dapat dipahami maknanya.
Sepanjang n domestik proses penguasaan bahasa kedua (B2), bahasa pertama (B1) bermanfaat cak bagi mentransfer makna dari pengertian nan dikandung oleh masukan dari bahasa kedua sampai lega proses internalisasi alias sedimentasi.
Kontrol bahasa pertama terhadap proses belajar bahasa kedua juga dapat diamati berasal segala yang kemudian terkenal dengan istilah bahasa interlanguage. Ada ahli bahasa yang mengungkapkan bahwa belajar secara tidak wajar. ‘ketidakwajaran’ nan dimaksud mungkin merujuk pada proses ketidaksengajaan yang terjadi selama proses masukan bahasa saat berintereksi dengan berbagai kalangan. Sebaliknya, jika seseorang memperoleh bahasa secara wajar sejak kerdil, maka orang tersebut mutakadim memperoleh bahasa mula-mula. Dengan demikian, nan dimaksud dengan bahasa kedua yaitu bahasa inggris, bahasa jepang, bahasa prancis, bahasa arab, bahasa cina, bahasa jerman ataupun bahasa Indonesia untuk perawi yang berasal dari bahasa pertama ialah bahaasa jawa kerjakan perawi salih jawa, maupun bahasa Indonesia bagi penutur bahasa yang dilahirkan dari ayah bunda dengan perkawinan fusi. Seperti jawa-batak, sunda-jawa, sunda-perancis, dan lain-lain.
N domestik belajar B2 pembelajar tentunya sudah menguasai B1 dengan baik dan perkembangan perolehan B2 harus berjalan tanpa diiringi dengan perkembangan tubuh dan psikisnya.Sparing B2 dilakukan secara formal dan biasanya memiliki motivasi nan tidak terlalu tinggi.Kejadian nan menjadi kendala dalam belajar B2 ialah adanya anggapan bahwa bahasa kedua seperti inggris, sulit dipakai di wadah tinggal mereka. Factor lain karena frekuensi eksploitasi B2 suntuk kurang sehingga kesempatan untuk berkomunikasi amat kurang pun. Selain itu, yang menjadi mangsa pertimbangan karena kualifikasi pengajar B2 umumnya masih diragukan, rahasia ajar yang dijadikan panduan bakal peserta ajar mengarah bertambah menggarisbawahi pada aspek struktur kalimat tinimbang pemakaian bersopan santun itu sendiri, kuantitas siswa pelihara yang berlatih B2 seperti bahasa inggris terlalu banyak (40 atau makin dalam satu inferior), masa belajar B2 dirasakan terlalu sumir (doang tiga kali dalam suatu minggu, setiap perjumpaan berlangsung 45 menit, pokok-kancing penunjang B2 di perpustakaan sekolah pada biasanya belum memadai. Lakukan memahami B2 dengan baik dan mudah bagi peserta didik, karuan ada baiknya pendapat Bialystok (dalam Baraja, 1990) diuraikan di sini.
Lakukan mengetahui belajar B2 terdapat tiga proklamasi yang harus dimiliki pembelajar. Pengetahuan yang dimaksud yaitu
input, knowledge,
dan
output. Pembelajar nan baik bila kepingin berhasil menguasai B2, tentu harus mempunyai pengalaman (language exposure) maupun
input. Lalu, semua informasi dan pengalaman yang diperoleh pembelajar harus disimpan dalam suatu tempat yang disebut
knowledge. Akhinya, puas satu kemampuan untuk memahami danmengutarakan isi hati yang disebut
output. Artinya, ketiga proses di atas terjadi secara alamiah,
input
terjadi di dalam masyarakat masyarakat yang diolah melampaui pengetahuan individu (knowledge) sehingga bersalin lulusan (output) privat bentuk ujaran oral dan termaktub.
R (respons)mengacu pada
output,
baik aktual pemahaman maupun kesadaran alias pengutaran isi hati.membiasakan tata bahasa tentu sahaja makin banyak member akuisisi kepada
explicit linguistic knowledge, sedangkan asam garam berkomunikasi menyerahkan masukan nan bertambah banyak kepada
implicit linguistic knowledge.
Dalam strategi belajar B2, pembelajar bisa mengundang aji-aji-hobatan nan relevan, untuk percakapan biasa order knowdge lain terlalu relevan. Gayutan nan tergambar dalam pola ini didukung kenyataan n domestik kehidupan kita sehari-hari.
Simpulan dari analogy diatas adalah sel-sel harus mempunyai isi yang diperlukan oleh pembelajar agar pembelajar agar pembelajar dengan mudah dapat melaksanakan tugas keahasannya.
Source: https://mastiahumiaisyabilal.wordpress.com/2018/11/20/proses-pemerolehan-bahasa-dan-pembelajaran-bahasa-kedua/