To Be Dalam Pelajaran Bahasa Inggris

Umum
merupakan sekawanan makhluk nasib yang terjalin dempet karena sistem tertentu, pagar adat tertentu, konvensi, dan hukum tertentu nan sama, serta mengarah pada hidup kolektif.[1]
Sistem dalam masyarakat ganti gandeng antara satu insan dengan hamba allah lainnya nan takhlik suatu kesatuan.[2]
Publik terbagi menjadi dua golongan utama, yaitu penguasa atau pengeksploitasi dan yang dikuasai atau yang dieksploitasi.[3]
Kepribadian mahajana terbentuk melangkahi penggabungan individu-khalayak dan manuver-reaksi budaya mereka.[4]

Pengertian

[sunting
|
sunting sendang]

Masyarakat adalah sekelompok anak adam yang terjalin hampir karena sistem tertentu, tali peranti tertentu, konvensi dan hukum tertentu yang sejajar, serta mengarah puas spirit kolektif. Masyarakat adalah sekumpulan basyar nan karena tuntutan kebutuhan dan pengaruh keyakinan, pikiran, serta ambisi tertentu dipersatukan intern kehidupan kolektif. Sistem dan hukum yang terletak privat suatu masyarakat mencerminkan perilaku-perilaku hamba allah karena individu-indivu tersebut terseret dengan syariat dan sistem tersebut.[1]

Menurut antropolog Elman Service, untuk melajukan mempelajari keanekaragaman masyarakat, masyarakat bisa dibagi menjadi empat kategori berdasarkan peningkatan ukuran populasi, sentralisasi strategi, serta stratifikasi sosial, yaitu: kawanan, suku, kedatuan, dan negara. Jenis masyarakat paling kecil atau kawanan lazimnya cuma terdiri atas beberapa kelompok, banyak diantaranya merupakan kumpulan dari suatu alias sejumlah keluarga besar.[5]

Kriteria

[sunting
|
sunting sumber]

Mahajana adalah sebuah sistem nan ubah berhubungan antara suatu manusia dengan cucu adam lainnya yang membentuk satu kesendirian. Manusia sebagai mahluk sosial membutuhkan manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhannya. Mereka lain boleh sukma sendiri dalam sebuah awam. Patokan interaksi antarmanusia dijabarkan sebagai berikut:

  1. Harus ada praktisi yang jumlahnya lebih dari satu.
  2. Ada komunikasi antarpelaku dengan menggunakan simbol-simbol.
  3. Ada dimensi waktu (lampau, kini, mendatang) nan menentukan sifat aksi yang sedang berlantas.
  4. Ada pamrih-harapan tertentu, sungkap dari sama ataupun tidaknya intensi tersebut dengan nan diperkirakan pengamat.[2]

Awam terjelma bukan karena keberadaannya di satu saat privat perjalanan tahun, semata-mata mereka ada intern perian, mereka ialah titisan waktu. Publik majuh ada mulai sejak masa lampau ke masa mendatang. Kehadirannya justru melangkahi fase antara segala apa nan sudah lalu terjadi dan segala apa nan akan terjadi. Dalam awam sekarang terkandung pengaruh, bekas, dan jiplakan masa disertai dengan bibit dan potensi untuk masa depan.[6]

Kekuatan

[sunting
|
sunting sendang]

Hakikat awam sesuai dengan naskah penciptaan bani adam sebagai khalifah di muka bumi, yakni tegaknya keadilan Ilahi yang berlaku kerjakan alam dan bani adam.[7]

Masyarakat yaitu khalayak yang senantiasa berhubungan (berinteraksi) dengan individu tak dalam suatu kerubungan. Kehidupan masyarakat yang selalu berubah (dinamis) merupakan sesuatu yang enggak boleh dihindari.[8]
Awam warga atau
political society
dibentuk dengan pamrih nan spesifik: menjamin nasib baik kepunyaan pribadi dan mengerjakan penertiban sosial dengan mengkhianati sanksi untuk para pelanggar regulasi.[9]

Unsur dan Ciri-ciri

[sunting
|
sunting sumur]

Menurut Marion Levy bahwa ada empat barometer yang harus dipenuhi agar sebuah gerombolan dapat disebut sebagai masyarakat, yaitu:[10]

  1. Kemampuan bertahan nan melebihi masa hidup koteng anggotanya.
  2. Perekrutan seluruh atau sebagian anggotanya melalui reproduksi atau kelahiran.
  3. Adanya sistem tindakan utama yang bersifat swasembada.
  4. Kesetiaan pada suatu sistem tindakan utama secara kontan.

Sementara itu menurut Soerjono Soekanto molekul-unsur pembentuk umum adalah ibarat berikut:[11]

  1. Beranggotakan dua orang atau makin.
  2. Anggotanya sadar misal satu kesatuan.
  3. Berhubungan dengan paser waktu yang cukup lama yang menghasilkan manusia baru yang berkomunikasi, dan menciptakan menjadikan aturan-aturan nan mengatur hubungan antar anggota masyarakat.
  4. Menjadi sistem semangat bersama nan menimbulkan kebudayaan serta keterkaitan antar anggota masyarkat.

Menurut Soerjono Soekanto, ciri-ciri masyarakat adalah:[12]

  1. Kehidupan secara berkawanan.
  2. Melahirkan kebudayaan.
  3. Mengalami pergantian.
  4. Adanya interaksi
  5. Adanya sendiri pemimpin.
  6. N kepunyaan stratifikasi sosial.

Umum adalah sekumpulan manusia yang saling “bergaul”, atau dengan istilah ilmiah, saling “berinteraksi”. Satu ahadiat anak adam dapat mempunyai prasarana agar warganya dapat saling berinteraksi. Negara modern misalnya, adalah keekaan manusia dengan berbagai jenis prasarana, yang memungkinkan para warganya kerjakan berinteraksi secara intensif, dan dengan frekuensi yang tinggi. Suatu negara maju memiliki suatu jaringan komunikasi nyata jaringan jalan raya, jaringan jalan kereta api, jaringan rangkaian udara, jaringan telekomunikasi, sistem radio dan televisi, bervariasi macam surat kabar di tingkat nasional, suatu sistem upacara pada musim-hari raya kebangsaan dan sebagainya. Negara dengan wilayah geografis yang bertambah kecil berpotensi untuk berinteraksi secara intensif tinimbang negara dengan wilayah geografis nan sangat luas. Pelengkap pula bila negara tersebut berupa kepulauan, seperti halnya negara kita.

Adanya infrastruktur kerjakan berinteraksi menyebabkan penduduk dari suatu kerumunan manusia itu saling berinteraksi. Sebaliknya, bila saja adanya suatu potensi cak bagi berinteraksi saja belum berjasa bahwa warga berpunca suatu ahadiat manusia itu tekun akan berinteraksi. Satu suku bangsa, misalnya saja suku bangsa Bali, n kepunyaan potensi bikin berinteraksi, ialah bahasa Bali. Namun, adanya potensi itu saja tak akan menyebabkan bahwa semua orang Bali tanpa alasan meluaskan aktivitas yang menyebabkan satu interaksi secara intensif di antara semua orang Bali tadi.

Hendaknya diperhatikan bahwa lain semua kesatuan manusia yang bergaul atau berinteraksi itu merupakan masyarakat, karena suatu masyarakat harus mempunyai suatu ikatan lain yang khusus. Sekumpulan orang nan mengerumuni sendiri ahli penjual jamu di pinggir jalan bukan dapat disebut seumpama suatu masyarakat. Meskipun kadang-kadang mereka juga berinteraksi secara minus, mereka tidak punya satu nikah bukan kecuali nikah konkret manah terhadap penjual jamu tadi. Demikian juga sekumpulan manusia yang menonton suatu pertandingan sepak bola, dan sepatutnya ada semua antologi manusia pirsawan apapun juga, tidak disebut masyarakat. Sebaliknya, lakukan sekumpulan khalayak itu kita pakai istilah
kerumunan.
Dalam bahasa Inggris telah dipakai istilah
crowd.

Perhubungan yang membentuk suatu kesatuan manusia menjadi suatu
masyarakat
adalah pola tingkah laris nan khas mengenai semua faktor kehidupannya dalam takat kesatuan itu. Lagipula, pola itu harus bersifat mantap dan kontinu, dengan mulut bukan, pola spesifik itu harus mutakadim menjadi leluri yang khas. Dengan demikian, suatu asrama pelajar, suatu akademi kedinasan, atau satu sekolah, tidak bisa kita sebut awam, karena kendatipun keesaan cucu adam nan terdiri semenjak petatar, guru, pegawai administrasi, serta para fungsionaris lain itu terikat dan diatur tingkah lakunya maka dari itu bervariasi norma dan kebiasaan sekolah dan enggak-enggak, tetapi sitem normanya hanya membentangi sejumlah sektor roh nan abnormal semata-mata. Sedangkan sebagai kesatuan manusia, satu pondokan atau sekolah itu hanya berperangai sementara, artinya bukan cak semau kontinuitasnya.

Selain perantaraan adat istiadat khas nan meliputi sektor arwah dan kontinuitas waktu, penghuni suatu masyarakat harus lagi mempunyai ciri bukan, yaitu suatu rasa identitas bahwa mereka memang merupakan suatu kesatuan khas yang berbeda dari kesatuan-kesatuan hamba allah lainnya. Ciri ini memang dimiliki oleh penghuni suatu asrama atau anggota suatu sekolah. Akan tetapi, tidak adanya sistem norma yang menyeluruh dan tidak adanya kesinambungan, menyebabkan penghuni suatu asrama atau murid suatu sekolah tak bisa disebut masyarakat. Sebaliknya satu negara, suatu kota, atau desa, misalnya, ialah suatu ahadiat orang yang memiliki keempat ciri terurai di atas, adalah (1) interaksi antar warga-warganya, (2) leluri, norma, hukum dan rasam-aturan eksklusif yang mengeset seluruh pola tingkah laku warga negara kota atau desa; (3) kontinuitass waktu; (4) dan rasa identitas kuat nan mengikat semua pemukim. Itulah sebabnya satu negara atau desa dapat kita sebut awam dan kita memang gegares berbicara tentang mahajana Indonesia, publik Filipina, masyarakat Medan, masyarakat Sala, masyarakat Balige, umum Ciamis, ataupun umum desa Trunyan.

Setelah uraian tadi, sekarang tiba waktunya kerjakan mengekspresikan suatu definisi mengenai konsep masyarakat untuk keperluan kajian antropologi. Dengan memperhatikan ketiga ciri burai sebelumnya, definisi tentang masyarakat secara khusus boleh kita rumuskan andai berikut:
Masyarakat merupakan kesatuan hidup individu yang berinteraksi menurut suatu sistem resan-istiadat tertentu yang berperangai membenang, dan nan terdorong makanya suatu rasa identitas bersama.

Definisi itu mempunyai suatu definisi nan diajukan oleh J.L. Gillin dan J.P. Gillin dalam buku mereka
Cultur Sociology
(1954: hlm.139), nan menyusun bahwa umum tau
society
adalah “…….
the largest grouping in which common customs, traditions, attitudes and feelings of unity are operative”.
Unsur
grouping
dalam definisi kita, unsur
common customs
dan
traditions
merupakan unsur “aturan istiadat” dan “kontinuitas” dalam definisi kita, serta anasir
common attitudes and feelings of unity
sekelas dengan unsur “identitas bersama”. Suatu tambahan dalam definisi Gillin adalah unsur
(the largest) “terbesar”
nan memang tak dimuat dalam definisi kita. Lamun demikian, konsep itu boleh diterapkan pada konsep masyarakat suatu bangsa atau negara, miisalnya konsep awam Indonesia, masyarakat Filipina, masyarakat Belanda, masyarakat Amerika, dalam contoh kita sebelumnya.

Meskipun kita sering bertutur tentang konsep masyarakat dalam arti luas, seperti konsep publik negara Indonesia, cuma kenyataannya, privat pikiran kita tak terbayang seluruh bani adam yang berjumlah
+‑ 230 miliun jiwa Indonesia itu. Biasanya yang terlintas intern pikiran kita ialah lingkaran manusia Indonesia sekeliling diri kita sendiri, basyar Indonesia di satu lokasi tertentu, ataupun internal ikatan suatu gerombolan tertentu. Dalam bukunya,
Azas-azas Ilmu masyarakat
profesor ilmu ilmu masyarakat Perguruan tinggi Gadjah Mada, M.M. Djojodigoeno, memperlainkan antara konsep “awam n domestik arti yang luas dann sempit”.

Berdasarkan konsep Djojodigoeno ini dapat dikatakan masyarakat Indonesia andai teladan satu “publik kerumahtanggaan faedah luas”. Sebaliknya, masyarakat nan terdiri berusul pemukim suatu kelompok peguyuban begitu juga
dadia, marga,
dan
suku, kita anggap sebagai lengkap dari suatu “masyarakat intern arti sempit”.

Kesendirian provinsi, keatuan adat-istiadat, rasa identitas kekerabatan dan rasa royalitas terhadap kekerabatan sendiri, merupakan ciri-ciri satu komunitas, dan bawah bermula perasaan seperti patriotism, semangat kebangsaan dan sebagainya, nan biasanya berkepentingan dengan negara. Memang, suatu negara merupakan wujud dari suatu komunitas yang paling kecil raksasa. Selain negara, keatuan-kesatuan seperti ii kabupaten, desa, suatu RW atau RT, juga sesuai dengan definisi kita mengenai komunitas, yaitu:
suatu kesatuan atma anak adam yang menempati suatu kewedanan yang konkret, dan berinteraksi menurut satu sistem kebiasaan-istiadat, dan yang terikat makanya satu rasa identitas komunitas.

Jabaran sebelumnya, kesendirian hidup manusia di suatu negara, desa atau kota, kembali kita tutur “masyarakat”. Apakah dengan demikian konsep masyarakat sebagaimana konsep komunitas? Kedua istilah itu memang bertumpang-tindih, tetapi istilah publik adalah istilah umum buat suatu keatuan sukma insan, dan karena itulah berkarakter luas daripada istilah kekerabatan. Masyarakat adlah semua keekaan hidup manusia yang bersifat mantap dan terikat oleh satuan sifat-istiadat dan rasa identitas bersama, semata-mata peguyuban bersifat spesial karena ciri apendiks ikatan lokasi dan pemahaman wilayah tadi.

Kategori Sosial

[sunting
|
sunting sumber]

Mahajana seumpama suatu kelompok manusia yang sangat umum sifatnya, mengandung kesatuan-ketunggalan yang sifatnya lebih khusus, saja belum karuan mempunyai syarat pengukat nan sama dengan suatu masyarakat. Kesatuan sosial yang bukan mempunyai syarat penyalut itu serupa dengan “kerumunan” atau
crowd
yang telah kita pelajari plong sebelumnya, bukan mempunyai sifat-rasam masyarakat. Kesendirian sosial itu adalah kategori sosial.

Kategori sosial yaitu kesatuan anak adam yang terwujud karena adanya satu ciri atau suatu obsesi ciri-ciri objektif nan dapat dikenakan kepada orang-manusia itu. Ciri-ciri nonblok itu rata-rata dikenakan oleh pihak dari luar kategori sosial itu sendiri tanpa disadari maka dari itu yang bersangkutan, dengan suatu pamrih praktis tertentu. Misalnya, internal masyarakat suatu negara ditentukan melalui hukumnya bahwa ada kategori warga di atas umur 18 periode, dan kategori warga di asal 18 tahun, dengan maksud untuk membedakan antara penduduk negara yang memiliki hoki diskriminatif dan warga negara nan tidak punya hak pilih dalam seleksi umum. Teoretis lain adalah bahwa dalam masyarakat itu lagi ada suatu kategori orang yang memiliki oto, dan suatu kategori cucu adam nan tidak memilikinya, dengan maksud lakukan menentukan warga negara yang harus menggaji sumbangan wajib dan yang bebas terbit sumbangan wajibit. Serupa dengan itu, dalam suatu masyarakat dapat diadakan plural penjenisan berlandaskan ciri-ciri objektif bakal heterogen maksud, seperti mana kategori karyawan negeri bakal menghitung belas kasih ldulfitri, kategori anak di bawah semangat 17 tahun untuk larangan menonton film orang dewasa, kategori pejar lakukan memperkirakan pendapatan negara dari SPP dan sebagainya. Dengan demikian, tidak hanya pemerintah satu negara alias pemerintah suatu kota sekadar yang dapat mengadakan berbagai macam penggolongan seperti itu terhadap pemukim masyarakat, tetapi seorang peneliti lakukan keperluan analisisnya dapat pun misalnya mengadakan berbagai varietas penggolongan terhadap penduduk terbit umum yang menjadi objek penelitiannya sonder disadari oleh mereka yang berkepentingan.

Kecuali persamaan ciri objektif tadi yang dikenakan kepada mereka maka dari itu pihak luar, biasanya tidak ada unsur lain yang menambat suatu kategori sosial. Sosok-orang dalam suatu kategori soaial, misalnya semua anak di bawah 17 hari, biasanya tidak terserah suatu aklimatisasi sosial yang mengaduh mereka. Mereka pula tidak memiliki potensi yang dapat melebarkan suatu interaksi di antara mereka misal keseluruhan. Mereka pun lain n kepunyaan identitas (adalah hal yang makul karena penggolongan ke dalam suatu kategori sosial itu dilakukan oleh pihak asing terhadap diri mereka, dengan ciri-ciri patokan nan biasanya tidak mereka sadari). Satu kategori sosial lazimnya juga tidak ki gandrung maka itu ketunggalan rasam, sistem skor, ataupun norma tertentu. Suatu kategori sosial enggak mempunyai lokasi, tidak mempunyai organisasi, tidak n kepunyaan pimpinan.

Golongan

[sunting
|
sunting perigi]

Masyarakat warga nan pertama adalah keluarga, terlampau menjadi peguyuban warga, meningkat menjadi masyarakat politik dan berujung pada terbentuknya institusi konvensional negara.
[9]
Masyarakat warga ditandai dengan adanya tiga unsur: komunitas politik, pemerintahan dan hukum. Isi dari masyarakat warga adalah disiplin lega hukum, persetujuan nasib bersama, kesetaraan dan penyelenggaraan rezim.[13]
Mahajana warga seperti mana roda mengot hamster (hamster wheel) di mana insan terlibat dalam sirkuit tak berujung mengejar kekayaan dan penghargaan yang makin tinggi dan lebih tinggi juga[14]

Padahal masyarakat barbar merujuk pada kehidupan nan belalah disandarkan pada hukum rimba, pada hati kecil-naluri alami manusia yang saling bertumbuk satu sama lain[15]

Masyarakat terbagi menjadi dua golongan utama, yakni penguasa atau pengeksploitasi dan yang dikuasai atau yang dieksploitasi. Golongan penguasa dilukiskan oleh al-Qur’an ibarat golongan “mustakbirin” (orang-orang yang sok). Sedangkan golongan nan dikuasai dilukiskan al-Qur’an sebagai golongan :mustadh’afin (yang tertindas).[3]

Kepribadian

[sunting
|
sunting sumber]

Kepribadian masyarakat bukan sama dengan khuluk individu. Kepribadian ini terbentuk melalui penggabungan individu-basyar dan gerakan-reaksi budaya mereka. Umum punya sifat alami, ciri-ciri dan peraturannya seorang, tindakan-tindakan serta reaksi-reaksinya bisa diterangkan dengan serangkaian hukum umum dan universal. Publik mempunyai kepribadian independennya sendiri, karena itu doang bisa mengatakan bahwa sejarah mempunyai satu falsafah dan dibentuk maka itu hukum dan norma.[4]

Awam penduduk terbentuk secara keilmuan yang memerosokkan khalayak untuk membentuk semangat sosial dan ikatan pertemanan. Masyarakat warga terpelajar melalui akal sehat negatif, dengan mekanisme leisure of evil: hukum dan resan diciptakan justru buat membatasi dan memblokir sifat bawaan-insting gelap manusia.
[16]
Masyarakat penduduk dikenal sebagai masyarakat borjuis di mana partikularitas dan individualitas jauh lebih menonjol daripada poin-nilai kebersamaan dan kebersamaan. Dalam masyarakat penghuni, setiap sosok menjadikan dirinya bak harapan.[17]

Dinamika atau perubahan mahajana dapat terjadi karena bilang faktor antara bukan:

  1. Penyebaraan informasi, membentangi pengaruh dan mekanisme media kerumahtanggaan menyampaikan pesan-pesan ataupun gagasan (pemikiran)
  2. Modal, antara lain sumur sentral bani adam ataupun modal moneter
  3. Teknologi, satu unsur dan sekaligus faktor yang cepat berubah sesuai dengan perkembangan ilmu wara-wara
  4. . Ideologi atau agama, keagamaan agama atau ideologi tertentu berpengaruh terhadap proses pertukaran sosial
  5. Birokrasi, terutama berkaitan dengan bineka politik pemerintahan tertentu intern membangun kekuasaannya
  6. Badal atau aktor, hal ini secara masyarakat teragendakan dalam modal perigi muslihat manusia, belaka secara spesifik nan dimaksudkan adalah inisiatif-inisiatif khas dalam “mencari” atma nan bertambah baik.[18]

Masyarakat Madani

[sunting
|
sunting sumber]

Masyarakat madani plong prinsipnya memiliki multimakna, merupakan masyarakat yang demokratis, menjunjung tinggi etika dan moralitas, transparan, toleransi, berpotensi, aspiratif, bermotivasi, berpartisipasi, konsisten n kepunyaan padanan, mampu berkoordinasi, terbelakang, sinkron, integral, mengamini, emansipasi, dan eigendom asasi, namun yang paling kecil dominan adalah masyarakat nan demokratis.

Masyarakat madani dapat melihat sesuatu secara terintegrasi dan systematis bagi mencapai awam yang transparan, demokratis serta boleh mengawasi sesuatu menjadi dari perspektif yang lebih aktual bahkan disaat resesi ekonomi. Begitu juga yang kita ketahui bersama bahwa wabah memberikan suatu tantangan untuk umum Indonesia dan mendorong kondisi masyarakat ke dalam masa resesi ekonomi. Telah seyogyanya publik dapat berpikir kasatmata, progresif dan solutif atas apa tantangan nan datang seiring berjalannya waktu.

Bacaan

[sunting
|
sunting sumber]

  1. ^


    a




    b



    Sulfan dan Mahmud 2022, hlm. 273.
  2. ^


    a




    b



    Tejokusumo 2022, hlm. 41.
  3. ^


    a




    b



    Sulfan dan Mahmud 2022, hlm. 276.
  4. ^


    a




    b



    Sulfan dan Mahmud 2022, hlm. 280.

  5. ^

    Diamond 2022, hlm. 16.

  6. ^

    Sulfan dan Mahmud 2022, hlm. 270.

  7. ^

    Sulfan dan Mahmud 2022, hlm. 272.

  8. ^

    Tejokusumo 2022, hlm. 38.
  9. ^


    a




    b



    Sudibyo 2008, hlm. 27.

  10. ^


    Atik Catur Budiati (2009).
    Ilmu masyarakat Kontekstual Untuk SMA & MA
    (PDF). Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. hlm. 13. ISBN 978-979-068-219-1. Diarsipkan dari versi safi
    (PDF)
    sungkap 2022-01-22. Diakses tanggal
    2020-11-04
    .





  11. ^


    Gunsu Nurmansyah, Nunung Rodliyah, Recca Ayu Hapsari.
    Pengantar Antropologi: Sebuah Ikhtisar Mengenal Antropologi. Aura Publisher. hlm. 52–53. ISBN 978-623-211-107-3.





  12. ^


    Gunsu Nurmansyah, Nunung Rodliyah, Recca Ayu Hapsari (2019).
    Pengantar Antropologi: Sebuah Ikhtisar Mengenal Antropologi. Aura Publisher. hlm. 47-51. ISBN 978-623-211-107-3.





  13. ^

    Sudibyo 2008, hlm. 26.

  14. ^

    Sudibyo 2008, hlm. 37.

  15. ^

    Sudibyo 2008, hlm. 25.

  16. ^

    Sudibyo 2008, hlm. 25-26.

  17. ^

    Sudibyo 2008, hlm. 39.

  18. ^

    Tejokusumo 2022, hlm. 39-40.

Daftar pustaka

[sunting
|
sunting mata air]

  • Sulfan dan Mahmud, A. (2018). “Konsep Umum Menurut Murtadha Muthahhari (Sebuah Amatan Filsafat Sosial)”.
    Ilmu Aqidah.
    4
    (2): 269–284. doi:10.24252/aqidahta.v4i2.6012. ISSN 2615-3130.



  • Sudibyo, Agus (2010). “Masyarakat Penduduk dan Problem Keberadaban”.
    Ilmu Sosial dan Guna-guna Politik.
    14
    (1): 23–46. doi:10.22146/jsp.10947. ISSN 2502-7883.



  • Tejokusumo, Bambang (2014). “Dinamika Umum Sebagai Sumber Sparing Ilmu Pengetahuan Sosial”.
    Geo Edukasi.
    3
    (1): 38–43. ISSN 2550-1321.



  • Diamond, Jared (2017).
    The World Until Yesterday. Pustaka acuan Populer Gramedia Press. ISBN 9786024241926.





Source: https://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat