Uud Yang Menjelaskan Tentang Buku Pembelajaran Dalam Bahasa Inggris
Masyarakat
adalah sekelompok cucu adam hidup yang terjalin erat karena sistem tertentu, tradisi tertentu, konvensi, dan hukum tertentu nan sederajat, serta menghadap pada semangat kolektif.[1]
Sistem dalam masyarakat silih gandeng antara satu sosok dengan manusia lainnya yang membentuk suatu kesatuan.[2]
Awam terbagi menjadi dua golongan terdepan, yaitu penguasa alias pengeksploitasi dan nan dikuasai atau yang dieksploitasi.[3]
Budi masyarakat terasuh melalui penyatuan individu-cucu adam dan gerakan-reaksi budaya mereka.[4]
Pengertian
[sunting
|
sunting mata air]
Mahajana yaitu sekelompok insan nan terjalin erat karena sistem tertentu, tradisi tertentu, konvensi dan hukum tertentu yang sebanding, serta mengarah pada umur kolektif. Mahajana adalah sekumpulan manusia yang karena petisi kebutuhan dan kekuasaan keyakinan, manah, serta ambisi tertentu dipersatukan dalam usia kolektif. Sistem dan hukum yang terwalak dalam suatu mahajana mencerminkan perilaku-perilaku basyar karena hamba allah-indivu tersebut terikat dengan hukum dan sistem tersebut.[1]
Menurut antropolog Elman Service, kerjakan melajukan mempelajari keanekaragaman masyarakat, umum boleh dibagi menjadi catur kategori berdasarkan peningkatan format populasi, sentralisasi politik, serta pelapisan sosial, merupakan: kawanan, kaki, kedatuan, dan negara. Jenis masyarakat minimal atau kawanan lazimnya belaka terdiri atas beberapa kelompok, banyak diantaranya adalah kumpulan dari satu atau beberapa keluarga besar.[5]
Kriteria
[sunting
|
sunting sumber]
Masyarakat adalah sebuah sistem yang saling berbimbing antara suatu turunan dengan manusia lainnya yang membentuk suatu keekaan. Manusia ibarat mahluk sosial membutuhkan manusia lainnya untuk menepati kebutuhannya. Mereka lain dapat spirit sendiri dalam sebuah mahajana. Patokan interaksi antarmanusia dijabarkan bak berikut:
- Harus cak semau pelaku yang jumlahnya makin berpangkal satu.
- Suka-suka komunikasi antarpelaku dengan menggunakan tanda baca-simbol.
- Ada dimensi musim (lampau, kini, mendatang) nan menentukan aturan aksi yang menengah berlangsung.
- Cak semau tujuan-tujuan tertentu, sungkap dari sama atau tidaknya tujuan tersebut dengan yang diperkirakan pengamat.[2]
Umum terjelma lain karena keberadaannya di satu ketika intern perjalanan periode, sahaja mereka ada dalam waktu, mereka adalah jelmaan waktu. Masyarakat besar perut ada semenjak masa lepas ke masa mendatang. Kehadirannya justru melalui fase antara segala apa yang telah terjadi dan apa nan akan terjadi. Internal masyarakat kini terkandung kekuasaan, tempat, dan plagiat masa disertai dengan sari dan potensi buat kala nanti.[6]
Kurnia
[sunting
|
sunting mata air]
Hakikat masyarakat sesuai dengan skrip reka cipta manusia sebagai khalifah di muka bumi, merupakan tegaknya kesamarataan Ilahi yang bermain untuk kalimantang dan manusia.[7]
Mahajana merupakan bani adam yang senantiasa berhubungan (berinteraksi) dengan manusia lain dalam suatu kelompok. Umur masyarakat yang selalu berubah (dinamis) adalah sesuatu yang lain dapat dihindari.[8]
Masyarakat penduduk ataupun
political society
dibentuk dengan harapan yang spesifik: menjamin hak hak pribadi dan melakukan penertiban sosial dengan menjatuhkan sanksi bagi para pelanggar kanun.[9]
Atom dan Ciri-ciri
[sunting
|
sunting sumber]
Menurut Marion Levy bahwa ada empat kriteria yang harus dipenuhi moga sebuah kelompok bisa disebut laksana masyarakat, yaitu:[10]
- Kemampuan bertahan yang melebihi periode spirit seorang anggotanya.
- Perekrutan seluruh atau sebagian anggotanya melalui reproduksi atau kelahiran.
- Adanya sistem tindakan penting yang berperangai swasembada.
- Kesetiaan lega suatu sistem tindakan utama secara bersama-sama.
Sedangkan menurut Soerjono Soekanto unsur-molekul penyelenggara masyarakat adalah sebagai berikut:[11]
- Beranggotakan dua hamba allah atau makin.
- Anggotanya sadar sebagai satu kesatuan.
- Gandeng dengan jangka waktu yang cukup lama nan menghasilkan manusia baru yang berkomunikasi, dan membuat aturan-aturan yang menata hubungan antar anggota publik.
- Menjadi sistem hidup bersama nan menimbulkan kultur serta keterkaitan antar anggota masyarkat.
Menurut Soerjono Soekanto, ciri-ciri masyarakat yaitu:[12]
- Arwah secara berkelompok.
- Melahirkan kebudayaan.
- Mengalami perubahan.
- Adanya interaksi
- Adanya seorang pemimpin.
- Memiliki stratifikasi sosial.
Masyarakat yaitu sekumpulan anak adam yang saling “berbual mesra”, atau dengan istilah ilmiah, saling “berinteraksi”. Suatu wahdah manusia dapat mempunyai prasarana agar warganya boleh saling berinteraksi. Negara maju misalnya, merupakan kesatuan manusia dengan majemuk spesies prasarana, nan memungkinkan para warganya untuk berinteraksi secara intensif, dan dengan frekuensi yang tataran. Satu negara modern mempunyai suatu jaringan komunikasi riil jaringan perkembangan raya, jaringan jalan kereta jago merah, jaringan pertalian udara, jaringan telekomunikasi, sistem radio dan televisi, berjenis-jenis tembusan kabar di tingkat nasional, suatu sistem seremoni puas musim-hari raya nasional dan sebagainya. Negara dengan wilayah geografis yang kian kecil berpotensi lakukan berinteraksi secara intensif tinimbang negara dengan wilayah geografis yang lalu luas. Komplemen pula bila negara tersebut berupa kepulauan, begitu juga halnya negara kita.
Adanya prasarana untuk berinteraksi menyebabkan warga dari satu keramaian sosok itu ganti berinteraksi. Sebaliknya, bila namun adanya suatu potensi bagi berinteraksi saja belum berarti bahwa warga dari suatu kesatuan bani adam itu benar-benar akan berinteraksi. Satu tungkai bangsa, misalnya saja kaki bangsa Bali, memiliki potensi untuk berinteraksi, yaitu bahasa Bali. Namun, adanya potensi itu saja enggak akan menyebabkan bahwa semua orang Bali tanpa alasan mengembangkan aktivitas nan menyebabkan suatu interaksi secara intensif di antara semua turunan Bali tadi.
Seharusnya diperhatikan bahwa tidak semua kesatuan manusia nan berbual mesra atau berinteraksi itu merupakan masyarakat, karena satu masyarakat harus punya satu ikatan lain yang khusus. Sekumpulan orang yang mengerumuni sendiri tukang penjual jamu di pinggir jalan tak dapat disebut umpama suatu mahajana. Sungguhpun kadang-kadang mereka juga berinteraksi secara adv minim, mereka tidak mempunyai suatu afiliasi lain kecuali nikah aktual ingatan terhadap penjual jamu tadi. Demikian juga sekumpulan hamba allah yang menonton satu sayembara bola kaki, dan sebenarnya semua himpunan insan pirsawan apapun pun, tidak disebut masyarakat. Sebaliknya, kerjakan sekumpulan sosok itu kita pakai istilah
kelompok.
Dalam bahasa Inggris telah dipakai istilah
crowd.
Perantaraan yang menciptakan menjadikan suatu kesatuan orang menjadi suatu
masyarakat
ialah komplet tingkah laku yang solo mengenai semua faktor kehidupannya privat sempadan kesatuan itu. Lagipula, kamil itu harus bersifat mantap dan kontinu, dengan bacot lain, pola unik itu harus sudah menjadi tali peranti yang singularis. Dengan demikian, suatu tumpangan pelajar, satu akademi kedinasan, atau suatu sekolah, bukan boleh kita ucap masyarakat, karena meskipun kesendirian manusia yang terdiri terbit murid, temperatur, karyawan administrasi, serta para karyawan lain itu terikat dan diatur tingkah lakunya oleh beraneka ragam norma dan kebiasaan sekolah dan bukan-enggak, tetapi sitem normanya hanya meliputi sejumlah sektor jiwa yang terbatas saja. Sedangkan umpama kesatuan manusia, suatu asrama alias sekolah itu hanya berkarakter sementara, artinya tidak ada kontinuitasnya.
Selain perkariban sifat istiadat individual yang menghampari sektor nasib dan kelangsungan musim, warga satu masyarakat harus juga punya ciri tidak, yaitu suatu rasa identitas bahwa mereka memang merupakan suatu wahdah spesial nan berbeda bermula kesatuan-keekaan turunan lainnya. Ciri ini memang dimiliki maka itu penghuni suatu asrama maupun anggota satu sekolah. Akan tetapi, tidak adanya sistem norma yang menyeluruh dan tidak adanya kesinambungan, menyebabkan penghuni suatu mes atau siswa suatu sekolah tidak bisa disebut publik. Sebaliknya satu negara, suatu kota, ataupun desa, misalnya, merupakan suatu wahdah bani adam yang memiliki keempat ciri tercerai di atas, yaitu (1) interaksi antar penghuni-warganya, (2) aturan istiadat, norma, syariat dan aturan-aturan khas yang mengatur seluruh abstrak tingkah laku warga negara ii kabupaten alias desa; (3) kontinuitass waktu; (4) dan rasa identitas kuat nan mengikat semua warga. Itulah sebabnya suatu negara ataupun desa dapat kita sebut masyarakat dan kita memang pelalah bersabda adapun masyarakat Indonesia, masyarakat Filipina, publik Medan, masyarakat Sala, awam Balige, masyarakat Ciamis, atau umum desa Trunyan.
Setelah uraian tadi, saat ini menginjak waktunya bikin merumuskan suatu definisi mengenai konsep mahajana cak bagi keperluan analisis antropologi. Dengan mencaci ketiga ciri tercerai sebelumnya, definisi mengenai masyarakat secara khusus dapat kita rumuskan andai berikut:
Masyarakat yaitu keekaan spirit manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat bersambung-sambung, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
Definisi itu mempunyai suatu definisi yang diajukan oleh J.L. Gillin dan J.P. Gillin intern buku mereka
Cultur Sociology
(1954: hlm.139), yang merumuskan bahwa mahajana tau
society
adalah “…….
the largest grouping in which common customs, traditions, attitudes and feelings of unity are operative”.
Atom
grouping
dalam definisi kita, anasir
common customs
dan
traditions
adalah unsur “adat istiadat” dan “kelangsungan” dalam definisi kita, serta zarah
common attitudes and feelings of unity
sederajat dengan atom “identitas bersama”. Satu apendiks dalam definisi Gillin yaitu anasir
(the largest) “terbesar”
yang memang tidak dimuat dalam definisi kita. Meskipun demikian, konsep itu dapat diterapkan plong konsep mahajana satu bangsa ataupun negara, miisalnya konsep masyarakat Indonesia, mahajana Filipina, awam Belanda, masyarakat Amerika, privat lengkap kita sebelumnya.
Meskipun kita camar berbicara akan halnya konsep masyarakat kerumahtanggaan arti luas, seperti mana konsep mahajana negara Indonesia, saja kenyataannya, privat ingatan kita tidak terniat seluruh manusia yang berjumlah
+‑ 230 juta jiwa Indonesia itu. Kebanyakan yang terbayang dalam manah kita ialah lingkaran khalayak Indonesia seputar diri kita koteng, sosok Indonesia di suatu lokasi tertentu, atau kerumahtanggaan hubungan suatu kelompok tertentu. Dalam bukunya,
Azas-azas Sosiologi
guru besar ilmu sosiologi Universitas Gadjah Mada, M.M. Djojodigoeno, membebaskan antara konsep “masyarakat privat keefektifan yang luas dann sempit”.
Beralaskan konsep Djojodigoeno ini dapat dikatakan masyarakat Indonesia sebagai contoh satu “umum dalam arti luas”. Sebaliknya, masyarakat yang terdiri bermula penghuni satu kelompok kekerabatan seperti
dadia, marga,
dan
suku, kita anggap sebagai lengkap dari suatu “masyarakat dalam kemujaraban sempit”.
Kesatuan wilayah, keatuan rasam-istiadat, rasa identitas kekerabatan dan rasa royalitas terhadap komunitas sendiri, merupakan ciri-ciri suatu kekerabatan, dan pangkal dari perhatian begitu juga patriotism, nasionalisme dan sebagainya, yang biasanya bersangkutan dengan negara. Memang, suatu negara ialah wujud berbunga suatu komunitas yang paling osean. Selain negara, keatuan-keekaan seperti daerah tingkat, desa, suatu RW ataupun RT, juga sesuai dengan definisi kita mengenai peguyuban, yakni:
satu kesatuan atma manusia nan menempati suatu kewedanan yang konkret, dan berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat, dan yang jatuh cinta oleh suatu rasa identitas komunitas.
Uraian sebelumnya, kesatuan spirit manusia di suatu negara, desa atau kota, pun kita sebut “awam”. Apakah dengan demikian konsep masyarakat sebagai halnya konsep komunitas? Kedua istilah itu memang bertumpang-tindih, tetapi istilah masyarakat yaitu istilah masyarakat bagi suatu keatuan sukma manusia, dan karena itulah berwatak luas daripada istilah peguyuban. Umum adlah semua kesatuan hidup turunan yang berwatak mantap dan terikat oleh satuan aturan-istiadat dan rasa identitas bersama, tetapi komunitas berkepribadian khusus karena ciri komplemen perikatan lokasi dan kesadaran wilayah tadi.
Kategori Sosial
[sunting
|
sunting sumber]
Mahajana sebagai suatu kelompok manusia yang sangat publik sifatnya, mengandung kesatuan-kesatuan yang sifatnya makin khusus, tetapi belum tentu memiliki syarat pengukat nan setimpal dengan suatu umum. Kesendirian sosial yang tidak n kepunyaan syarat pengikat itu serupa dengan “kerumunan” alias
crowd
yang mutakadim kita pelajari sreg sebelumnya, bukan mempunyai sifat-rasam masyarakat. Keekaan sosial itu adalah kategori sosial.
Kategori sosial adalah kesatuan manusia yang tercurahkan karena adanya suatu ciri maupun suatu kompleks ciri-ciri objektif yang dapat dikenakan kepada makhluk-manusia itu. Ciri-ciri objektif itu umumnya dikenakan maka itu pihak berbunga luar kategori sosial itu koteng tanpa disadari oleh yang bersangkutan, dengan satu maksud praktis tertentu. Misalnya, dalam masyarakat suatu negara ditentukan melalui hukumnya bahwa ada kategori warga di atas umur 18 perian, dan kategori warga di bawah 18 hari, dengan harapan bagi mengkhususkan antara warga negara yang punya peruntungan pilih dan warga negara nan enggak mempunyai hak memperbedakan dalam seleksi umum. Model enggak ialah bahwa internal masyarakat itu juga cak semau suatu kategori bani adam yang memiliki mobil, dan suatu kategori makhluk yang tidak memilikinya, dengan maksud untuk menentukan warga negara yang harus menggaji sumbangan wajib dan nan objektif dari sumbangan wajibit. Serupa dengan itu, dalam suatu mahajana dapat diadakan beragam penjenisan berdasarkan ciri-ciri objektif untuk berbagai maksud, seperti kategori pegawai negeri untuk menghitung hadiah lebaran, kategori anak di bawah roh 17 tahun untuk larangan menonton bioskop orang dewasa, kategori pejar untuk mengasumsikan pendapatan negara terbit SPP dan sebagainya. Dengan demikian, lain semata-mata pemerintah satu negara atau pemerintah suatu kota cuma yang dapat mengadakan berbagai macam penggolongan seperti itu terhadap warga masyarakat, tetapi seorang peneliti untuk keperluan analisisnya dapat pun misalnya mengadakan bervariasi penggolongan terhadap penduduk dari masyarakat yang menjadi objek penelitiannya tanpa disadari oleh mereka yang bersangkutan.
Kecuali persamaan ciri netral tadi nan dikenakan kepada mereka oleh pihak luar, biasanya tidak ada partikel lain yang menggerutu suatu kategori sosial. Orang-khalayak internal suatu kategori soaial, misalnya semua anak di bawah 17 tahun, biasanya tidak ada suatu orientasi sosial yang mengikat mereka. Mereka juga bukan memiliki potensi yang bisa mengembangkan suatu interaksi di antara mereka sebagai keseluruhan. Mereka pula tidak mempunyai identitas (merupakan keadaan yang logis karena penggolongan ke dalam suatu kategori sosial itu dilakukan oleh pihak luar terhadap diri mereka, dengan ciri-ciri patokan yang biasanya lain mereka sadari). Satu kategori sosial biasanya juga lain terikat makanya kesatuan adat, sistem nilai, atau norma tertentu. Suatu kategori sosial lain mempunyai lokasi, tidak mempunyai organisasi, enggak punya pimpinan.
Golongan
[sunting
|
sunting sumber]
Masyarakat warga nan purwa yaitu batih, lalu menjadi kekerabatan warga, meningkat menjadi umum politik dan berujung lega terbentuknya institusi formal negara.
[9]
Awam pemukim ditandai dengan adanya tiga unsur: komunitas politik, rezim dan hukum. Isi bersumber awam penduduk adalah ketaatan pada hukum, permufakatan hidup bersama, kesetaraan dan penyelenggaraan pemerintahan.[13]
Masyarakat penduduk seperti mana roda putar hamster (hamster wheel) di mana cucu adam terlibat dalam sirkuit tak berujung mengejar khazanah dan penghargaan yang lebih tingkatan dan bertambah janjang lagi[14]
Sedangkan publik barbar merujuk pada nasib yang selalu disandarkan pada hukum wana, sreg naluri-rasa hati alami manusia nan saling antuk satu sama lain[15]
Masyarakat terbagi menjadi dua golongan utama, merupakan penguasa atau pengeksploitasi dan nan dikuasai atau nan dieksploitasi. Golongan penguasa dilukiskan oleh al-Qur’an bagaikan golongan “mustakbirin” (hamba allah-orang yang sombong). Sedangkan golongan yang dikuasai dilukiskan al-Qur’an sebagai golongan :mustadh’afin (yang ki teraniaya).[3]
Kepribadian
[sunting
|
sunting sumber]
Kepribadian masyarakat tidak sama dengan kepribadian basyar. Kepribadian ini terlatih melewati penyimpulan individu-sosok dan aksi-reaksi budaya mereka. Publik mempunyai kebiasaan alami, ciri-ciri dan peraturannya sendiri, tindakan-tindakan serta reaksi-reaksinya dapat diterangkan dengan serangkaian syariat umum dan universal. Masyarakat mempunyai kepribadian independennya sendiri, karena itu hanya bisa mengatakan bahwa sejarah mempunyai suatu falsafah dan dibentuk makanya hukum dan norma.[4]
Masyarakat warga terbimbing secara keilmuan nan mendorong sosok kerjakan membentuk kehidupan sosial dan ikatan pertemanan. Masyarakat pemukim terbentuk melalui logika negatif, dengan mekanisme leisure of evil: hukum dan sifat diciptakan malar-malar buat membatasi dan memblokir nurani-insting gelap manusia.
[16]
Masyarakat penduduk dikenal sebagai umum borjuis di mana partikularitas dan individualitas jauh kian menonjol tinimbang angka-ponten kebersamaan dan kekompakan. N domestik masyarakat warga, setiap orang menjadikan dirinya sebagai tujuan.[17]
Dinamika alias perubahan umum bisa terjadi karena beberapa faktor antara lain:
- Penyebaraan informasi, meliputi pengaruh dan mekanisme media internal menyampaikan pesan-wanti-wanti ataupun gagasan (pemikiran)
- Modal, antara lain sendang daya makhluk alias modal finansial
- Teknologi, satu partikel dan sekaligus faktor yang cepat berubah sesuai dengan perkembangan ilmu mualamat
- . Ideologi atau agama, keyakinan agama atau ideologi tertentu berpengaruh terhadap proses pergantian sosial
- Birokrasi, terutama berkaitan dengan berbagai macam politik rezim tertentu dalam membangun kekuasaannya
- Agen alias aktor, hal ini secara umum termasuk dalam modal sumber daya makhluk, tetapi secara eksklusif yang dimaksudkan adalah inisiatif-inisiatif individual dalam “mengejar” kehidupan yang lebih baik.[18]
Masyarakat Madani
[sunting
|
sunting sumur]
Awam madani pada prinsipnya punya multimakna, yaitu masyarakat yang demokratis, menjunjung tinggi etika dan moralitas, membayang, ketegaran, berpotensi, aspiratif, bermotivasi, berpartisipasi, ki ajek memiliki kebalikan, berlambak berkoordinasi, tercecer, sinkron, integral, menerima, emansipasi, dan eigendom asasi, namun yang paling dominan adalah awam nan demokratis.
Umum madani dapat menyibuk sesuatu secara teratur dan systematis kerjakan menyentuh publik yang transparan, demokratis serta dapat melihat sesuatu menjadi dari perspektif yang makin berupa lebih-lebih disaat resesi ekonomi. Begitu juga nan kita ketahui bersama bahwa taun mengasihkan satu tantangan bagi mahajana Indonesia dan mendorong kondisi masyarakat ke dalam waktu resesi ekonomi. Sudah seyogyanya publik bisa berpikir aktual, progresif dan solutif atas segala tantangan nan hinggap seiring berjalannya waktu.
Referensi
[sunting
|
sunting sumber]
-
^
a
b
Sulfan dan Mahmud 2022, hlm. 273. -
^
a
b
Tejokusumo 2022, hlm. 41. -
^
a
b
Sulfan dan Mahmud 2022, hlm. 276. -
^
a
b
Sulfan dan Mahmud 2022, hlm. 280. -
^
Diamond 2022, hlm. 16. -
^
Sulfan dan Mahmud 2022, hlm. 270. -
^
Sulfan dan Mahmud 2022, hlm. 272. -
^
Tejokusumo 2022, hlm. 38. -
^
a
b
Sudibyo 2008, hlm. 27. -
^
Atik Catur Budiati (2009).
Sosiologi Kontekstual Bagi SMA & MA
(PDF). Siasat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. hlm. 13. ISBN 978-979-068-219-1. Diarsipkan pecah versi nirmala
(PDF)
sungkap 2022-01-22. Diakses tanggal
2020-11-04
.
-
^
Gunsu Nurmansyah, Nunung Rodliyah, Recca Ayu Hapsari.
Pengantar Antropologi: Sebuah Ikhtisar Mengenal Antropologi. Aura Publisher. hlm. 52–53. ISBN 978-623-211-107-3.
-
^
Gunsu Nurmansyah, Nunung Rodliyah, Recca Ayu Hapsari (2019).
Pengantar Antropologi: Sebuah Ikhtisar Mengenal Antropologi. Aura Publisher. hlm. 47-51. ISBN 978-623-211-107-3.
-
^
Sudibyo 2008, hlm. 26. -
^
Sudibyo 2008, hlm. 37. -
^
Sudibyo 2008, hlm. 25. -
^
Sudibyo 2008, hlm. 25-26. -
^
Sudibyo 2008, hlm. 39. -
^
Tejokusumo 2022, hlm. 39-40.
Daftar pustaka
[sunting
|
sunting sumber]
-
Sulfan dan Mahmud, A. (2018). “Konsep Masyarakat Menurut Murtadha Muthahhari (Sebuah Kajian Metafisika Sosial)”.
Ilmu Aqidah.
4
(2): 269–284. doi:10.24252/aqidahta.v4i2.6012. ISSN 2615-3130.
-
Sudibyo, Agus (2010). “Mahajana Pemukim dan Ki kesulitan Keberadaban”.
Ilmu Sosial dan Ilmu ketatanegaraan.
14
(1): 23–46. doi:10.22146/jsp.10947. ISSN 2502-7883.
-
Tejokusumo, Bambang (2014). “Dinamika Masyarakat Andai Sumber Membiasakan Mantra Pengetahuan Sosial”.
Geo Edukasi.
3
(1): 38–43. ISSN 2550-1321.
-
Diamond, Jared (2017).
The World Until Yesterday. Kepustakaan Populer Gramedia Press. ISBN 9786024241926.
Source: https://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat